REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kementerian Kesehatan Iran mengonfirmasi kasus pertama varian omicron. Seorang pejabat kementerian pada Ahad (19/12) mengatakan, varian omicron terdeteksi pada seorang pria paruh baya yang baru saja melakukan perjalanan kembali dari Uni Emirate Arab (UEA).
Dilansir Aljazirah, Senin (20/12), Kementerian Kesehatan juga sedang memantau dua kasus yang dicurigai. Pada Ahad, Kementerian Kesehatan mengumumkan 50 kematian dan 1.968 kasus baru Covid-19. Namun dengan terdeteksinya varian omicron, pejabat kesehatan memperingatkan konsekuensi berat bagi warga yang melanggar protokol kesehatan.
Komite ilmiah gugus tugas anti-virus corona nasional menyerukan agar tempat-tempat pertemuan tertutup seperti sekolah, konser, dan restoran segera ditutup setidaknya selama empat minggu. Penutupan ini bertujuan untuk mencegah penyebaran varian omicron.
Awal bulan ini, Iran secara bertahap mulai menerapkan rencana “protokol pintar”. Protokol ini yaitu memberikan akses kepada semua warga negara yang telah divaksinasi, dan menetapkan batasan bagi warga individu yang tidak divaksinasi.
Kasus varian omicron muncul ketika Iran mulai mencatat infeksi yang rendah, termasuk penurunan jumlah pasien rawat inap dan angka kematian di tengah kampanye vaksinasi yang meluas. Lebih dari 60 persen dari total 85 juta populasi yang memenuhi syarat telah menerima dua dosis vaksin. Sebagian besar orang sekarang dapat menerima suntikan booster atau dosis ketiga.
Iran memproduksi vaksin secara lokal, beberapa di antaranya sekarang digunakan dalam kampanye vaksinasi nasional. Iran berharap produksi vaksin dapat diluncurkan dalam skala yang lebih besar.