Laporan di surat kabar harian Myanmar Alinn yang dikelola negara pada Sabtu mengatakan, pertempuran di dekat Mo So pecah pada Jumat (24/12) ketika anggota pasukan gerilya etnis, yang dikenal sebagai The Karenni National Defence Force diserang pasukan keamananan. Serangan terjadi setelah anggota pasukan gerilya menolak untuk menghentikan kendaraan mereka.
Surat kabar itu mengatakan, mereka yang terbunuh termasuk anggota baru The Karenni National Defence Force yang akan menghadiri pelatihan untuk memerangi tentara Myanmar. Sementara tujuh kendaraan yang mereka tumpangi hancur dalam kebakaran. Sejauh ini tidak ada rincian lebih lanjut tentang pembunuhan itu.
Pertempuran berlanjut pada Sabtu (25/12) di negara bagian tetangga yang berbatasan dengan Thailand. Pertempuran menyebabkan ribuan orang melarikan diri untuk mencari perlindungan.
Pejabat setempat mengatakan, militer Myanmar melancarkan serangan udara dan artileri berat di Lay Kay Kaw, sebuah kota kecil yang dikendalikan oleh gerilyawan etnis Karen sejak Jumat.
Awal bulan ini, pasukan pemerintah juga dituduh mengumpulkan penduduk desa, beberapa diyakini anak-anak, kemudian mengikat dan membantai mereka. Seorang pemimpin oposisi, Dr Sasa, mengatakan, warga sipil dibakar hidup-hidup.
Tindakan militer tersebut mendorong beberapa pemerintah Barat termasuk Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) untuk mengeluarkan pernyataan bersama, yang mengutuk pelanggaran hak asasi manusia serius yang dilakukan oleh rezim militer di Myanmar. Mereka menyerukan agar militer menghentikan serangan dan memastikan keselamatan warga sipil.
"Kami menyerukan rezim untuk segera menghentikan serangan membabi buta di negara bagian Karen dan di seluruh negeri, dan untuk memastikan keselamatan semua warga sipil sesuai dengan hukum internasional," kata pernyataan bersama itu.