REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) dilaporkan sudah memberitahu sejumlah bisnis keluarga terbesar di negara itu tentang rencana untuk mencabut monopoli mereka dalam usaha impor. Kabar ini pertama kali dilaporkan Financial Times (FT), Ahad (27/12) kemarin.
Pemerintah UEA belum menanggapi permintaan komentar tapi kantor berita WAM mengutip pernyataan Kementerian Ekonomi yang mengatakan rancangan undang-undang mengenai lembaga perdagangan masih di lingkar legislatif. "Masih terlalu dini untuk memberikan detailnya," kata Kementerian Ekonomi UEA, Senin (27/12).
Kementerian merujuk rancangan itu pada Dewan Federal Nasional untuk dibahas. Kemudian mungkin akan ada perubahan.
Dalam laporannya Financial Times mengatakan rancangan undang-undang itu secara otomatis akan memperbaharui kesepakatan lembaga perdagangan yang sudah ada di negara Arab Teluk tersebut. Hal itu, memberi peluang bagi perusahaan-perusahaan asing untuk mendistribusikan barang mereka sendiri atau mengganti agen-agen lokal mereka.
"Sudah tidak masuk akal bagi keluarga-keluarga tertentu memiliki kekuasaan yang begitu besar dan akses istimewa mendapatkan kekayaan dengan mudah," kata seorang pejabat UEA seperti dikutip FT.
"Kami harus memodernisasi perekonomian kami," tambahnya.
Undang-undang itu harus disetujui oleh pemimpin-pemimpin UEA. FT menambahkan kapan undang-undang itu dibahas juga belum pasti.
Dalam satu tahun terakhir ini UEA tumbuh menjadi pesaing ekonomi Arab Saudi di kawasan. Negara itu mengambil sejumlah langkah ekonomi untuk menarik investor dan bakat asing.
Pada awal tahun ini UEA mengatakan orang asing dapat membuka perusahaan tanpa wajib menjadikan orang UEA sebagai pemegang saham atau agen. Langkah yang diambil setelah mengubah undang-undang perusahaan.