REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Lebih dari 28 ribu anak tewas dalam konflik Afghanistan sejak 2005 silam, kata UNICEF. Jumlah korban anak-anak di Afghanistan menjadi yang tertinggi sejak 2005, lebih dari 28.500 atau 27 persen dari seluruh korban anak yang terverifikasi secara global.
Menurut UNICEF, Afghanistan, Yaman, Suriah, dan Ethiopia utara menjadi negara paling berbahaya bagi anak-anak karena merupakan tempat terjadinya bersenjata, kekerasan antar-komunal, dan sumber ketidakamanan. Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore, mengatakan tahun demi tahun, pihak-pihak yang berkonflik terus menunjukkan pengabaian yang mengerikan terhadap hak dan kesejahteraan anak-anak.
“Anak-anak menderita, dan anak-anak sekarat karena ketidakpedulian ini. Setiap upaya harus dilakukan untuk menjaga anak-anak ini aman dari bahaya,” ujarnya dikutip dari The Kabul Times.
Menurut pernyataan itu, PBB telah memverifikasi 266 ribu kasus pelanggaran berat terhadap anak-anak di lebih dari 30 situasi konflik di Afrika, Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin selama 16 tahun terakhir. Pernyataan itu mengatakan ini hanya kasus yang diverifikasi oleh mekanisme pemantauan dan pelaporan yang dipimpin PBB, yang berarti bahwa angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.
UNICEF mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada data yang tersedia tentang pelanggaran berat terhadap anak pada tahun 2021, tetapi pada tahun 2020, 26.425 pelanggaran berat terhadap anak diverifikasi oleh PBB. UNICEF telah meminta "semua pihak yang berkonflik" untuk mengambil tindakan nyata untuk melindungi anak-anak.
“Pada akhirnya, anak-anak yang hidup melalui perang hanya akan aman ketika pihak-pihak yang berkonflik mengambil tindakan nyata untuk melindungi mereka dan berhenti melakukan pelanggaran berat,” kata Fore.
“Saya menyerukan semua pihak yang berkonflik untuk mengakhiri serangan terhadap anak-anak, menjunjung tinggi hak-hak mereka dan berjuang untuk resolusi politik damai untuk perang,” ujarnya.