Selasa 04 Jan 2022 17:04 WIB

Jerat Kemiskinan Pembelot Korut di Korsel

Lebih dari 50 persen pembelot Korut berpenghasilan rendah di Korsel

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Warga Korut pindah Korsel.
Foto: Republika
Warga Korut pindah Korsel.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Keluar dari negaranya tidak otomatis membuat pembelot Korea Utara (Korut) mendapatkan kehidupan yang lebih baik di Korea Selatan (Korsel). Mereka harus berjuang hidup di Korsel. Hal itu memicu perdebatan baru mengenai bagaimana para pembelot diperlakukan dalam kehidupan baru mereka.

Pada Selasa (4/1/2022), media dan otoritas melaporkan militer Korsel mengidentifikasi seseorang yang melintasi Zona Demiliterisasi (DMZ) adalah seorang pria berwarga negara Korut yang kembali ke negaranya setelah membelot ke Korsel. Dia membelot ke Korsel setahun yang lalu. Perjalanan pria itu menyoroti kehidupan pembelot Korut yang kembali ke negaranya setelah berjuang di Korsel.

Baca Juga

Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang apakah mereka menerima dukungan yang memadai setelah melakukan perjalanan berbahaya dari Korut yang dikontrol ketat ke Korsel. Menurut seorang pejabat militer Korsel, pembelot tersebut berusia 30-an tahun dan hidup miskin sambil bekerja sebagai petugas kebersihan. 

"Saya akan mengatakan dia diklasifikasikan sebagai kelas bawah, nyaris tidak mencari nafkah," kata pejabat yang menolak untuk menjelaskan lebih lanjut dengan alasan masalah privasi.

Baca: Kebijakan Migrasi Era Trump Bertahan dan Diperluas ke San Diego

Para pejabat menilai para pembelot itu memiliki sedikit risiko sebagai mata-mata Korut. Pihak Korsel pun telah meluncurkan penyelidikan tentang bagaimana dia menghindari penjaga meskipun tertangkap kamera pengintai beberapa jam sebelum melintasi perbatasan.

Pejabat Korut belum mengomentari insiden itu. Media pemerintah Korut juga belum melaporkannya.

Yonhap melaporkan, polisi di distrik Nowon, Seoul utara khawatir atas kemungkinan pembelotan pria itu kembali, tetapi tidak ada tindakan yang diambil karena kurangnya bukti kuat. Polisi menolak berkomentar. Seorang pejabat di Kementerian Unifikasi Seoul yang menangani urusan lintas batas mengatakan bahwa pembelot kembali telah menerima dukungan pemerintah untuk keselamatan pribadi, perumahan, perawatan medis dan pekerjaan.

Baca: India Selidiki Situs Tawarkan Wanita Muslim untuk Dijual

Selain itu, Yonhap melaporkan, pria itu jarang berinteraksi dengan tetangga, dan terlihat membuang barang-barangnya sehari sebelum dia melintasi perbatasan. "Dia mengeluarkan kasur dan selimut ke tempat pembuangan sampah pada pagi itu, dan itu aneh karena semuanya terlalu baru," kata seorang tetangga. "Saya berpikir untuk memintanya memberikannya kepada kami, tetapi akhirnya tidak melakukannya, karena kami tidak pernah menyapa satu sama lain," ujarnya menambahkan.

Ribuan Warga Korut Membelot ke Korsel

Hingga September 2021, sekitar 33.800 warga Korut telah bermukim kembali di Korsel telah menempuh perjalanan panjang dan berisiko. Mereka biasanya melalui China. Mereka juga mengejar kehidupan baru sambil melarikan diri dari kemiskinan dan penindasan di Korut.

Menurut Kementerian Unifikasi Korsel, sejak 2012, hanya 30 pembelot yang dipastikan telah kembali ke Korut. Namun para pembelot dan aktivis mengatakan mungkin ada lebih banyak kasus yang tidak diketahui di antara mereka yang berjuang untuk beradaptasi dengan kehidupan di Selatan.

Baca: Pemimpin Hizbullah Serang Raja Saudi, Tuduh Sebarkan Ideologi Ekstremis

Sekitar 56 persen pembelot dikategorikan berpenghasilan rendah. Hampir 25 persen berada di kelompok terendah yang bergantung pada subsidi mata pencaharian dasar nasional. Angka itu enam kali lipat dibandingkan rasio populasi umum yang bergantung pada subsidi. Dalam survei yang dirilis bulan lalu oleh Pusat Basis Data Hak Asasi Manusia Korut dan Penelitian Sosial NK di Seoul, sekitar 18 persen dari 407 pembelot yang disurvei mengatakan mereka bersedia untuk kembali ke Korut, kebanyakan dari mereka karena nostalgia.

"Ada berbagai faktor yang kompleks termasuk kerinduan akan keluarga yang ditinggalkan di Utara, dan kesulitan emosional dan ekonomi yang muncul saat bermukim kembali," kata pejabat Kementerian Unifikasi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement