Selasa 04 Jan 2022 23:18 WIB

Petinggi NATO akan Bertemu dengan Pejabat Rusia

Sekjen NATO menilai pertemuan dengan Rusia harus didasarkan atas dasar timbal balik.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.
Foto: AP/Francisco Seco
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg telah menjadwalkan pertemuan khusus dengan duta besar sekutu dan pejabat tinggi Rusia. Mereka hendak membahas upaya pencegahan konflik di Ukraina.

 

Baca Juga

Pertemuan tersebut dijadwalkan digelar di Brussels, Belgia, pada 12 Januari mendatang. “Setiap dialog dengan Rusia harus dilanjutkan atas dasar timbal balik, mengatasi kekhawatiran NATO tentang tindakan Rusia, serta berlangsung dalam konsultasi dengan mitra Eropa NATO,” kata pejabat NATO, Selasa (4/1).

 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova telah mengonfirmasi tentang akan digelarnya pertemuan dengan NATO di Brussels. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov dan pejabat senior Rusia lainnya dijadwalkan menghadiri pertemuan tersebut.

 

Sebelumnya Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Rudenko mengungkapkan, negaranya siap bekerja sama dengan AS untuk menyelesaikan isu terkait Ukraina. "Di pihak kami, kami siap bekerja sama dalam format apa pun berdasarkan prinsip bahwa tidak ada alternatif selain Perjanjian Minsk, yang didukung Washington," katanya saat diwawancara kantor berita Rusia, TASS, Ahad (2/1). 

 

Dia mengisyaratkan adanya kesepahaman antara Moskow dan Washington bahwa konflik di Ukraina timur tak dapat diselesaikan tanpa memberikan status khusus kepada Donbass. Hal itu, kata Rudenko, turut disampaikan Presiden AS Joe Biden saat melakukan pertemuan bilateral virtual dengan Presiden Rusia Vladimir Putin bulan lalu. "Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Politik Victoria Nuland juga mengonfirmasinya selama kunjungannya ke Moskow pada Oktober," ungkap Rudenko.

 

AS telah secara terbuka menyatakan dukungannya bagi Ukraina dalam menghadapi potensi serangan Rusia. Washington pun sudah memperingatkan tentang konsekuensi berupa sanksi jika Moskow melancarkan agresi terhadap Kiev. Sama seperti AS, NATO pun berdiri bersama Ukraina. 

 

Situasi di perbatasan Ukraina-Rusia memang tengah dibekap ketegangan. Hal itu terjadi karena adanya pengerahan pasukan oleh Rusia. Pada 2014, Moskow mencaplok dan menduduki Semenanjung Krimea. Tindakan tersebut diambil setelah mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, yakni Viktor Yanukovych, lengser. Dia digulingkan setelah rakyat Ukraina menggelar demonstrasi selama tiga bulan tanpa jeda.  

 

Massa memprotes keputusan Yanukovych membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa. Keputusan tersebut ditengarai akibat adanya tekanan Moskow. Rusia memang disebut tak menghendaki Kiev lebih dekat atau bergabung dengan Uni Eropa.

 

 

 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement