REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pemerintah Prancis membela pernyataan Presiden Emmanuel Macron yang menggunakan kalimat yang keras dalam upaya mengajak masyarakat melakukan vaksinasi Covid-19. Oposisi mengecam pernyataan itu dengan keras dan mendapat reaksi yang beragam dari pemilih.
Macron mengatakan ia ingin membuat "marah" orang yang belum divaksin dengan menyulitkan hidup mereka hingga akhirnya mereka divaksin. Pernyataan ini ia sampaikan dalam wawancara dengan dengan surat kabar Le Parisien yang melaporkan presiden juga menyebut orang yang tidak vaksin tidak bertanggung jawab dan tidak pantas dianggap warga negara.
"Seorang presiden tidak bisa mengatakan hal seperti ini," kata ketua partai konservatif Les Republicans, Christian Jacob, di hadapan parlemen dalam rapat undang-undang yang mewajibkan warga menunjukkan bukti vaksin agar dapat masuk ke ruang publik tertutup, Rabu (5/1/2022).
Namun juru bicara pemerintah Gabriel Attal mengatakan di tengah lonjakan kasus infeksi yang "supersonik", pemerintah membela pernyataan Macron. "Siapa yang marah hari ini?" kata Attal mengutip petugas kesehatan yang kesulitan menghadapi pandemi atau bisnis yang rugi.
"Mereka yang menolak divaksin," tambahnya.
Perdana Menteri Jean Castex mengatakan masyarakat yang sudah divaksin "jengkel" dengan yang tidak divaksin. Prancis akan menggelar pemilihan presiden pada April mendatang. Kini Macron harus menghitung populasi yang sudah divaksin dan anti-vaksin yang telah ia buat marah agar komentarnya dapat diterima dengan baik oleh pemilih.
Prancis mencatat 124 ribu kasus infeksi Covid-19 sejak awal pandemi. Pernyataan Macron disetujui banyak orang.
"Dia benar. Mereka yang menolak vaksin harus mengerti bahayanya dan mereka harus divaksin," kata Jean, seorang pensiunan berusia 89 tahun yang menerima vaksin booster dan vaksin flu.
Namun sejumlah orang sepakat dengan anggota parlemen Jacob yang menilai penggunaan kata Macron tidak bisa dapat diterima. Presiden itu menggunakan bahasa slang "emmerder" yang diambil dari "merde" atau kotoran.
"Itu menunjukkan sisi agresif, kata-kata kotor, tidak terlalu cerdas untuknya," kata seorang pegawai penjualan, Maya Belhassen yang berusia 25 tahun.
"Itu bukan komentar yang baik dari seorang presiden," kata penjual surat kabar, Pascal Delord.