REPUBLIKA.CO.ID, PORT AU PRINCE -- Sumber dari Pasukan Keamanan Haiti melaporkan pada Kamis (6/1/2022) bahwa dua wartawan Haiti dibakar hidup-hidup oleh geng di ibu kota negara itu, Port-au-Prince. Pelakunya merupakan geng Ti Makak melakukan pembunuhan di lingkungan Petion-Ville.
Seorang wartawan ketiga berhasil melarikan diri dari serangan geng tersebut. Kantor berita Haiti Radio Ecoute FM mengkonfirmasi bahwa salah satu jurnalisnya, John Wesley Amady, tewas dalam serangan itu. Dia menjadi korban ketika sedang bertugas untuk mendokumentasikan kurangnya keamanan di daerah tersebut.
Dalam sebuah pernyataan kepada CNN, media tersebut mengatakan Amady ditembak dengan kejam dan dibakar hidup-hidup oleh bandit bersenjata "Kami mengutuk dengan sangat keras tindakan kriminal dan barbar ini," kata Radio Ecoute FM yang menegaskan tindakan tersebut serangan serius terhadap hak untuk hidup.
Radio Ecoute FM pun telah menangguhkan operasi sampai pemberitahuan lebih lanjut. "Sebagai tanda solidaritas dengan keluarga korban," kata pernyataan itu.
Serangan-serangan itu terjadi dengan latar belakang kekerasan ekstrem dan kondisi keamanan yang memburuk di Port-au-Prince. Kelompok-kelompok yang saling bersaing bertarung satu sama lain atau polisi untuk menguasai jalan-jalan, menggusur puluhan ribu orang di salah satu negara termiskin.
Pada Juli 2021, Presiden Haiti Jovenel Moise dibunuh dalam serangan di kediaman pribadinya. Peristiwa ini meninggalkan kekosongan kekuasaan yang memperdalam gejolak dari kekerasan, krisis kemanusiaan yang berkembang di Haiti, dan pandemi Covid-19.