Jumat 07 Jan 2022 20:49 WIB

Indonesia dan Korsel Teken Proyek Investasi Baru Ethylene

Proyek Line bertujuan membangun kompleks petrokimia yang luas.

Para wakil Kementerian Investasi Indonesia dan Lotte Chemical Corporation, usai meneken nota kesepakatan investasi, Jumat (7/1).
Foto: Dokumentasi KBRI Seoul
Para wakil Kementerian Investasi Indonesia dan Lotte Chemical Corporation, usai meneken nota kesepakatan investasi, Jumat (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) membidik kemitraan baru di bidang ethylene. Salah satu wujudnya, Kementerian Investasi Indonesia dan perusahaan Korsel, Lotte Chemical Corporation, meneken nota kesepakatan mengenai fasilitasi percepatan realisasi investasi yang dilakukan secara hibrida, Jumat (7/1/2022).

“Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Investasi dan Lotte Chemical Corporation ini mencerminkan komitmen yang tinggi dari Indonesia dan Korea Selatan dalam meningkatkan investasi dan mengembangkan kemitraan baru di bidang ethylene,” kata Duta Besar Republik Indonesia untuk Korsel Gandi Sulistiyanto Soeherman, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat.

Selain penandatanganan ini, dilakukan pula penandatanganan perjanjian engineering, procurement and construction/EPC antara PT Lotte Chemical Indonesia dan para kontraktor. Indonesia memang menawarkan negara-negara mitra, termasuk Korea Selatan, menjadi equity partner dalam joint venture untuk mengatasi masalah rantai pasok global.

Proyek ethylene baru ini, disebut Proyek Line, bertujuan membangun kompleks petrokimia yang luas. Kompleks tersebut disiapkan untuk memproduksi 1 juta ton ethylene dengan target penjualan sebesar 2,06 miliar dolar AS per tahun.

Pada hari yang sama, Dubes Sulis juga memenuhi undangan dari Menteri Perdagangan Korea Selatan, Mr Yeo Han-Koo. Keduanya membahas potensi kerja sama Korsel dengan sejumlah negara mitra guna mengatasi krisis kekurangan pasokan bahan baku. Pada pertemuan tersebut, selain hadir pula duta besar dari sembilan negara pelaku kunci rantai pasok global lainnya, antara lain Brasil, Cile, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

Dalam kesempatan tersebut, Dubes Sulis menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia memandang penting pendekatan jangka pendek dan jangka panjang untuk mengatasi masalah bahan baku. Untuk jangka pendek, perlunya aktivasi kembali dari konektivitas global termasuk mobilitas pelaku usaha dan kelompok pekerja, serta pentingnya peningkatan kapasitas dan kesempatan sektor swasta dalam mengakses rantai pasok global.

Untuk jangka panjang, Dubes Sulis menyampaikan tiga strategi yaitu, pertama, penguatan infrastruktur logistik. Indonesia saat ini sedang membangun dan mengembangkan 30 pelabuhan di seluruh wilayah NKRI.

Kedua, perlunya diversifikasi sumber pasokan. Ketiga, proteksionisme perdagangan perlu dibatasi dan tunduk pada ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Menteri Yeo juga menanyakan mengenai kebijakan tentang pelarangan ekspor batubara di Indonesia dan kemungkinan amandemennya. Dubes Sulis menjawab, Pemerintah Indonesia sedang melakukan pembahasan antarkementerian secara intensif dan keputusannya segera diumumkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement