REPUBLIKA.CO.ID, ALMATY--Situasi di ibu kota komersial Kazakhstan, Almaty, secara bertahap kembali normal. Almaty menjadi salah satu titik aksi protes kenaikan bahan bakar yang berujung kerusuhan sehingga menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka.
Layanan transportasi umum di Almaty telah dibuka kembali setiap 20 hingga 30 menit. Selain itu, jaringan supermarket dan pertokoan juga kembali beroperasi seperti semula. "Kemarin (Sabtu), 28 cabang supermarket dibuka di semua bagian kota dan 49 cabang lagi dibuka hari ini," ujar pernyataan pejabat militer setempat, dilansir Anadolu Agency, Senin (10/1).
Operator telepon juga telah memulai kembali operasi mereka. Sementara tidak ada suara tembakan yang terdengar di kota Almaty. Saluran berita Kazakh Habar-24 melaporkan, sekitar 164 orang kehilangan nyawa akibat kerusuhan. Aksi protes pecah pada Ahad (2/1/2022), ketika pengemudi di kota Zhanaozen di wilayah Mangystau yang kaya minyak, menggelar demonstrasi besar-besaran menentang kenaikan harga bahan bakar gas cair (LPG). Pada awal tahun pemerintah Kazakhstan mengumumkan kenaikan bahan bakar dua kali lipat, dan menghapus subsidi bahan bakar.
Aksi protes kemudian menyebar ke kota Aktau. Protes juga terjadi di kota-kota barat, seperti Atyrau, Aktobe dan Oral, yang dikenal memiliki cadangan minyak dan gas alam. Aksi protes menyebar luas ke kota-kota lain di Kazakhstan, dan berubah menjadi demonstrasi publik.
Para demonstran membakar mobil polisi, menyerbu gedung-gedung pemerintah, dan membakar istana presiden. Mereka juga menduduki bandara internasional di Almaty, serta menjarah pertokoan, perbankan, dan bisnis lainnya. Sejauh ini, 4.266 orang ditahan, termasuk warga negara tetangga.
Kementerian Luar Negeri Kazakhstan mengatakan, sekitar 2.500 tentara dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif telah dikerahkan ke Kazakhstan. Organisasi tersebut mengirim pasukan gabungan dari Rusia, Belarus, Kirgistan, Tajikistan, dan Armenia.
Pemerintah Kazakhstan mengundurkan diri sebagai tanggapan atas kerusuhan tersebut. Tokayev mengklaim kerusuhan itu dipimpin oleh kelompok teroris yang telah menerima bantuan dari negara lain, yang tidak disebutkan namanya.
Awalnya aksi protes dimulai karena kenaikan harga bahan bakar gas cair hampir dua kali lipat. Bahan bakar gas cair ini banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Namun penyebaran aksi protes yang cepat mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas di negara itu. Kazakhstan telah berada di bawah kekuasaan partai yang sama sejak memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet pada 1991.
Kazakhstan adalah negara terbesar kesembilan di dunia, yang berbatasan dengan Rusia di utara dan Cina di timur. Kazakhstan memiliki cadangan minyak yang luas dan penting bagi ekonomi negara. Ketidakpuasan atas kondisi kehidupan yang buruk masih tampak di beberapa wilayah Kazakhstan. Sebagian besar warga Kazakhstan kesal dengan dominasi partai yang berkuasa, da memegang lebih dari 80 persen kursi di parlemen.
Banyak pengunjuk rasa meneriakkan "orang tua pergi," merujuk pada Nursultan Nazarbayev, presiden pertama Kazakhstan yang terus memiliki pengaruh besar meskipun telah mengundurkan diri pada 2019. Nazarbayev mendominasi politik Kazakhstan dan pemerintahannya ditandai oleh kultus kepribadian yang moderat. Kritikus mengatakan, dia secara efektif melembagakan sistem klan di pemerintahan.