Senin 10 Jan 2022 12:12 WIB

Laos, Negara Miskin yang Punya Kereta Cepat Pertama di Asia Tenggara

Banyak yang bertanya bagaimana Laos membayar utang ke China demi proyek kereta cepat

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Kereta cepat (ilustrasi). Banyak yang bertanya bagaimana Laos membayar utang ke China demi proyek kereta cepat.
Foto:

Perangkap Utang?

Pemerintah Laos memiliki pinjaman 480 juta dolar AS kepada Bank Ekspor-Impor China untuk menutup dua pertiga dari porsi sahamnya dalam proyek itu. Ini membuat total utang Laos untuk proyek kereta cepat ini menjadi 1,54 miliar dolar AS.

Namun Bank Dunia optimistis proyek itu dapat mengangkat ekonomi Laos karena membuat negara itu menjadi pusat logistik untuk produk Thailand dan China. Cuma ada syaratnya, yakni jika Laos bisa meningkatkan efisiensi dan memperbanyak jalan penghubung. Faktanya walaupun tidak memiliki perbatasan laut, dua pertiga ekspor Laos ke China diangkut melalui rute laut atau membutuhkan pantai Vietnam agar produk-produknya sampai ke China.

Suara agak pesimistis disampaikan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang tahun lalu menaksir proyek kereta cepat itu mustahil menguntungkan Laos mengingat biayanya yang luar biasa besar. Taksiran ini mempertajam opini miring sejak 2016 terhadap Prakarsa Sabuk dan Jalan. Ada kekhawatiran yang kian besar bahwa prakarsa itu menjadi perangkap utang yang membuat negara debitur dengan mudah didikte China.

Laos yang menanggung 30 persen kewajiban mendanai proyek kereta cepat itu tak memiliki dana sehingga terpaksa meminjam Bank Ekspor-Impor China. Sekalipun China menaksir satu juta penumpang akan menggunakan kereta cepat Viantiane-Kunming, jalur ini diperkirakan belum akan mendatangkan turis China dalam jumlah besar untuk waktu dekat ini karena China masih memberlakukan kebijakan pembatasan perjalanan terkait Covid-19.

Laos bisa menaruh harapan kepada terhubungnya jalur Laos ini ke Thailand sampai Singapura. Akan tetapi itu masih lama dan jelas di luar kendali Laos. Thailand yang sudah menyetujui desain kereta cepat buatan China sampai Laos, terus molor dalam mengeksekusi proyek ini dan diperkirakan baru merampungkan bagiannya pada 2028.

Namun menurut sejumlah diplomat seperti dilaporkan Yomiuri Shimbun, Thailand berusaha mendanai sendiri proyek kereta cepat tersebut untuk menghindari intervensi berlebihan China dalam proyek ini. Sedangkan pemerintah Malaysia baru memulai mempelajari jalur kereta cepat menuju Bangkok dan ini pun masih tergantung kepada jenis rezim yang berkuasa di Kuala Lumpur, selain juga hati-hati dalam melihat kerangka finansial China dalam proyek semacam ini.

Oleh karena itu jalur kereta cepat Laos belum akan segera tersambung ke Thailand, Malaysia, dan Singapura. Kondisi ini juga mengartikan Laos masuk siklus membayar tagihan utang yang besar kepada China. Laos bukannya tak menyadari hal ini. Akan tetapi mereka dihadapkan kepada dilema antara terus miskin atau meningkatkan konektivitas ke negara tetangga-tetangga demi memajukan dirinya.

"Jika kami tak menerima, kami memang menjadi tak punya utang. Namun kemudian kami akan terus miskin seperti sekarang," kata seorang pejabat senior Laos pada 2017 kepada David Lampton, profesor hubungan internasional pada Universitas Johns Hopkins.

Bagi China, apa yang terjadi di Laos makin mendorong mereka mewujudkan jalur kereta cepat sampai Singapura, selain jalur kereta lainnya ke Myanmar, Vietnam, dan Kamboja yang bukan jalur kereta cepat itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement