REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Komite Legislasi Menteri Israel pada Senin (11/1/2022), menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memberi otoritas Israel kekuasaan luas untuk menyensor konten digital Palestina. Sebelumnya, anggota parlemen Israel memberikan persetujuan awal untuk RUU tersebut.
RUU tersebut diajukan oleh anggota MK Meir Yitzhak Halevi dari Partai Harapan Baru Menteri Kehakiman Gideon Sa'ar. Aturan baru itu akan memungkinkan pihak berwenang Israel untuk menghapus posting tertentu yang mendukung kegiatan ilegal dari situs media sosial.
Sebelum menjadi aturan yang sah, RUU itu sekarang harus melalui tiga suara pleno lagi. Berdasarkan proposal tersebut, seorang hakim akan dapat mengeluarkan perintah yang mengharuskan penerbit konten, seperti Facebook atau TikTok, dari situs webnya.
Tindakan tersebut akan menjadi legal dilakukan jika lembaga penegak hukum yakin bahwa pelanggaran pidana telah dilakukan melalui publikasi konten tersebut. Nantinya aturan baru tersebut juga memberi penyedia layanan internet kekuasaan yang luas untuk memblokir situs, termasuk situs berita.
Tindakan pemblokiran itu dapat dilakukan dengan alasan bahwa laporan tersebut menghasut atau mengundang hasutan. Nantinya pemblokiran itu pun bisa merujuk pemiliknya untuk penyelidikan dan penuntutan.
Baca: Israel Klaim Bongkar Jaringan Mata-Mata Iran
Aturan baru itu dinilai sangat berbahaya dalam pembungkaman informasi. Koalisi Hak Digital Palestina dan Dewan Organisasi Hak Asasi Manusia Palestina memperingatkan dampak berbahaya dari undang-undang tentang hak-hak Palestina.
Baca: Bekerja Tanpa APD di Awal Pandemi, Dokter Spanyol Menangkan Gugatan Lawan Pemerintah
Baca: Thailand Pungut Tarif Tambahan Bagi Turis Asing untuk Biaya Pengobatan