REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) mendesak Dewan Keamanan PBB menerapkan lebih banyak sanksi pada Korea Utara (Korut) setelah Pyongyang menggelar serangkaian uji coba rudal. Hal ini disampaikan Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
"AS mengajukan sanksi PBB setelah Korea Utara meluncurkan enam rudal balistik sejak September 2021. Setiap peluncurannya melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB," kata Thomas-Greenfield dalam unggahannya di Twitter, Kamis (13/1/2022).
Sebelumnya, AS sudah memberlakukan sanksi unilateral atas peluncuran rudal-rudal tersebut. Washington memasukan enam warga Korut, satu warga Rusia, dan satu perusahaan Rusia ke daftar hitam karena membeli perangkat untuk program rudal Korut dari Rusia dan China.
Seorang diplomat AS yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan Washington sudah mengajukan lima nama pada PBB yang akan menjadi subjek larangan terbang dan pembekuaan aset. Langkah tersebut sudah disepakati 15 anggota komite sanksi-sanksi Korut di Dewan Keamanan PBB termasuk Rusia dan China.
"Kami akan terus berkoordinasi dengan mitra-mitra kami untuk mempersiapkan tiga individu dan entitas tambahan yang ditetapkan Kementerian Luar Negeri untuk mendapat sanksi PBB," katanya.
Sejak 2006 lalu, PBB memberlakukan berbagai sanksi pada Korut yang terus diperkuat oleh Dewan Keamanan PBB selama beberapa tahun terakhir. Sanksi dijatuhkan agar Pyongyang bersedia menghentikan program rudal dan nuklirnya.
Sejak dilantik Januari tahun lalu, Presiden AS Joe Biden gagal menarik Korut ke dialog untuk membujuk mereka meninggalkan proyek rudal dan bom nuklir. Pemantau sanksi PBB melaporkan sejak paruh pertama tahun 2021, Korut terus mengembangkan program rudal balistik dan nuklir mereka walaupun perekonomian negara itu memburuk karena pandemi virus corona.