REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Kelompok Hizbullah Lebanon menjadi tuan rumah konferensi untuk tokoh-tokoh oposisi Arab Saudi di kubu selatan pada Rabu (12/1/2022). Pertemuan ini menunjukkan sikap menantang yang pasti akan membuat marah kerajaan kaya minyak itu.
Konferensi tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh oposisi Saudi serta anggota pemberontak Houthi Yaman yang didukung Iran. Acara ini dimaksudkan untuk memperingati ulang tahun ulama Syiah Saudi yang berpengaruh, Nimr al-Nimr, yang dieksekusi pada Januari 2016 dalam eksekusi massal 47 orang di wilayah kerajaan itu.
Al-Nimr adalah seorang kritikus pemerintah yang vokal dan pemimpin utama protes Syiah di Arab Saudi timur pada 2011. Dia menuntut hak yang lebih besar di negara mayoritas Sunni dan perlakuan yang adil.
Dari tokoh Saudi kurang dikenal yang menghadiri konferensi tersebut adalah Fouad Ibrahim, Abbas Sadeq, Hamzah al-Hassan, dan Sheikh Jasem Mahmoud Ali yang mengecam keluarga kerajaan Saudi atas kematian al-Nimr. Tokoh oposisi Saudi yang berbasis di Beirut, Ali Hashem, mengatakan mereka memperingati hari jadi al-Nimr setiap tahun dan tahun ini kebetulan berada di Lebanon.
Hashem menambahkan bahwa kehadirannya di Lebanon memberinya hak untuk mengungkapkan pendapat dan komentarnya tidak melanggar hukum Lebanon. Ditanya apa tujuan mereka, Hashem berkata: “Untuk menjatuhkan rezim Saudi”.
Dalam sambutan acara tersebut, pejabat tinggi Hizbullah Hashem Safieddine mengatakan Arab Saudi harus menghentikan kebijakannya untuk menindas orang lain serta campur tangan dalam urusan internal Lebanon. “Kami menginginkan hubungan terbaik dengan Arab Saudi tetapi Arab Saudi harus menghentikan kebijakan intimidasi di kawasan itu," kata Safieddine.
“Mereka yang menargetkan kita akan mendapat tanggapan," ujarnya.
Beberapa menit setelah Safieddine menyelesaikan pidatonya, duta besar Saudi untuk Lebanon Waleed Bukhari berkicau di Twitter bahwa kebenaran yang menyakitkan adalah teroris Hizbullah bertindak di atas negara. Pertemuan itu terjadi ketika pemerintah Lebanon berusaha memperbaiki hubungan dengan Arab Saudi yang mencapai titik terendah baru pada Oktober. Ketika itu Saudi menarik duta besarnya dari Beirut dan melarang semua impor Lebanon.
Langkah itu terjadi usai menteri Kabinet Lebanon mengatakan dalam sebuah wawancara televisi bahwa perang di Yaman itu sia-sia dan menyebutnya sebagai agresi oleh koalisi yang dipimpin Saudi. Dia pun mengundurkan diri dari jabatannya tetapi langkah itu tidak meredakan ketegangan hubungan dan perang kata-kata antara Hizbullah dan pejabat Saudi terus berlanjut.
Akar dari krisis ini adalah persaingan regional yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dengan Iran dan kegelisahan Saudi tentang pengaruh Hizbullah yang meningkat di Lebanon.