REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Indonesia secara konsisten menekankan pentingnya implementasi five-point consensus Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam upaya penyelesaian krisis di Myanmar. Pernyataan ini disampaikan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jailani.
"Indonesia tetap konsisten mengenai pentingnya implementasi five-point consensus. Selama ini karena kita mengetahui belum ada kemajuan yang signifikan di lapangan maka Indonesia juga konsisten dengan keputusan yang pernah diambil oleh ASEAN sebelumnya yaitu Myanmar sebaiknya diwakili oleh representatif non-politik," ujarnya dalam pengarahan pers di Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Pernyataan tersebut datang di tengah kabar penundaan pertemuan retreat para menteri luar negeri ASEAN yang dijadwalkan pada 18-19 Januari di Kamboja, negara yang mengetuai ASEAN saat ini. "Kita memang sudah mendengar kabar itu (penundaan) dan kita juga memahami penundaan pertemuan retreat yang menurut rencana akan diselenggarakan secara fisik, mengingat saat ini angka kasus Omicron memang sedang menanjak terus. Sehingga banyak negara saat ini melakukan pembatasan perjalanan ke luar negeri dan beberapa negara ASEAN memiliki agenda domestik yang tidak dapat ditinggalkan," papar Kadir.
Dia pun mengatakan pihaknya dapat memahami penundaan dari pertemuan menlu ASEAN tersebut mengingat situasi pandemi saat ini memang tengah cukup tinggi. Meski menggarisbawahi peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron, di berbagai negara sebagai penyebab tertundanya pertemuan tersebut, dia juga mengatakan ada yang masih perlu dibenahi dalam internal ASEAN.
"Pada saat yang sama, kita juga harus mengakui memang di antara internal ASEAN masih banyak hal. Ada yang perlu kita satukan pandangan. Kita perlu untuk menyamakan persepsi mengenai persoalan undangan terhadap wakil Myanmar," jelasnya.
Terkait five-point consensus ASEAN, dia mengatakan saat ini, di mana kudeta di Myanmar terjadi hampir genap satu tahun lalu, memang belum ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi konsensus tersebut. Indonesia berpegang teguh pada pentingnya implementasi konsensus lima poin itu.
Namun mengingat kemajuan yang dicapai belum signifikan, Indonesia juga melakukan pendekatan dengan berbagai pihak, baik secara bilateral maupun multilateral, untuk dapat mendorong diplomasi dengan Myanmar. Perdana Menteri Kamboja Hun Sen dijadwalkan untuk berkunjung ke Myanmar pada pekan ini.
Menurut pemberitaan Reuters, dia tak berusaha menemui mantan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan akan menempuh "pendekatan berbeda" dalam menyikapi krisis di sana. Hal tersebut disebut mengindikasikan bahwa Kamboja mungkin akan mengundang pemimpin junta Myanmar ke pertemuan ASEAN.