REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Setahun setelah penangkapan dan pemenjaraannya yang bermotivasi politik, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada Senin (17/1/2022) menyerukan pembebasan segera politisi kubu oposisi Rusia Alexei Navalny.
Uni Eropa mengulangi “seruannya kepada otoritas Rusia untuk pembebasannya segera dan tanpa syarat tanpa penundaan lebih lanjut,” kata Borrell dalam sebuah pernyataan pada ulang tahun pertama penangkapan Navalny.
“Kami menyesalkan bahwa sistem hukum Rusia terus diinstrumentasi terhadap Navalny, karena dia sekarang menghadapi tuntutan pidana baru,” tutur dia, menyebut penuntutan pada Navalny “bermotif politik.”
Dia menambahkan bahwa blok Eropa tersebut terus mengutuk upaya untuk membunuh Navalny menggunakan bahan kimia oleh racun Novichok dan meminta pihak berwenang Rusia untuk menyelidiki insiden tersebut.
Borrell juga mengkritik penganiayaan dan kampanye disinformasi terhadap anggota gerakan politik Navalny, dan mendesak pembebasan Liliya Chanysheva, mantan kepala kantor Navalny di kota Ufa.
Navalny ditangkap di Moskow sekembalinya pada 17 Januari 2021 dari Jerman, di mana dia menerima pengobatan yang menyelamatkan jiwanya setelah diracun oleh Novichok.
Sebulan kemudian pengadilan Moskow menghukum Navalny karena melanggar pembebasan bersyarat.
Pada Maret, blok tersebut memberlakukan sanksi pada empat pejabat tinggi Rusia atas penangkapan, penuntutan, dan hukuman yang sewenang-wenang terhadap Navalny di bawah Rezim Sanksi Hak Asasi Manusia Global.
Baca: Rumah Sakit di Cirebon Diminta Siaga Antisipasi Lonjakan Covid-19 Omicron
Baca: Dibahas 43 Hari, Pansus: Undang-Undang Ibu Kota Negara Ditunggu Investor
Pada Desember, Parlemen Eropa memberikan Navalny Hadiah Sakharov untuk Kebebasan Berpikir atas keberaniannya untuk mengungkapkan “korupsi rezim (Presiden) Vladimir Putin” dan kampanye sosialnya yang “membantu mengungkap pelanggaran dan memobilisasi dukungan jutaan orang di seluruh dunia.”
Baca: Ibu Kota Negara akan Pindah, Bagaimana Posisi Jakarta?