ANKARA -- Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan pada Selasa (18/1/2022) menekankan konflik antara Rusia dan Ukraina tidak dapat ditoleransi karena perang harus menjadi sesuatu yang harus ditinggalkan.
“Invasi Rusia ke Ukraina bukanlah pendekatan yang realistis,” kata Erdogan kepada wartawan dalam perjalanan saat kembali dari Albania.
Erdogan mengatakan bahwa Ukraina bukan negara biasa melainkan negara yang kuat. Dia menambahkan bahwa sebelum mengambil tindakan terhadap Ukraina, Rusia harus meninjau situasinya serta keadaan di seluruh dunia.
Menunjuk perlunya membahas situasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Erdogan menekankan, "wilayah ini tidak dapat lagi memberi toleransi pada perang. Itu tidak benar. Kita harus menghapus perang dari sejarah politik.”
Di tengah pengerahan militer Rusia di perbatasan Ukraina, dan negara-negara Barat mengancam sanksi jika terjadi aksi militer, Turki berada dalam posisi yang unik, karena memiliki hubungan persahabatan dengan Moskow dan Kyiv.
Erdogan mengatakan bahwa sikap Turki terhadap kemungkinan invasi sudah jelas, seperti yang dapat dilihat dalam posisinya dalam masalah Krimea yang diduduki Rusia. Pasukan Rusia memasuki Semenanjung Krimea pada Februari 2014, dan Putin secara resmi menjadikan wilayah itu bagian dari Federasi Rusia.
Turki dan Amerika Serikat (AS), serta Majelis Umum PBB, memandang pencaplokan itu sebagai tindakan ilegal. Erdogan juga mengatakan akan berkonsultasi dengan Presiden Azerbaijan Aliyev, yang mengunjungi Ukraina pekan lalu.