REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengungkapkan, lebih dari setengah juta warga Afghanistan telah kehilangan pekerjaan sejak Taliban berkuasa pada pertengahan Agustus tahun lalu. ILO menyebut, krisis telah melumpuhkan ekonomi dan menghantam pasar tenaga kerja.
Dalam laporan yang dirilis pada Rabu (19/1/2022), ILO mengatakan, krisis yang tengah berlangsung di Afghanistan sangat menghancurkan bagi kaum wanita dan orang-orang yang bekerja di bidang pertanian, pemerintahan, layanan sosial, serta konstruksi. Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan atau tidak menerima upah.
ILO mengungkapkan, banyak perusahaan yang kesulitan untuk tetap bertahan di Afghanistan. Hal itu turut dipengaruhi ribuan warga yang meninggalkan negara tersebut setiap harinya. ILO memperkirakan, antara 700-900 ribu pekerjaan berpotensi hilang pada Juni mendatang.
Koordinator senior ILO untuk Afghanistan Ramin Behzad mengungkapkan, saat ini situasi di Afghanistan kritis. Dukungan untuk stabilisasi dan pemulihan diperlukan. “Sementara prioritasnya adalah untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak, pemulihan yang langgeng dan inklusif akan bergantung pada orang-orang dan komunitas yang memiliki akses ke pekerjaan, mata pencaharian, dan layanan dasar yang layak,” ucapnya.
ILO memprediksi, pekerjaan perempuan turun 16 persen pada Juli-September dibandingkan jika tidak ada pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban. Perempuan memegang sekitar satu dari lima pekerjaan di Afghanistan pada 2020. Namun kini mereka dilarang bekerja di beberapa daerah.