REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa pada Senin (24/1/2022) memberikan paket bantuan keuangan kepada Ukraina senilai 1,2 miliar euro, untuk mengurangi dampak konflik dengan Rusia. Ketua Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan, paket itu terdiri dari pinjaman darurat dan hibah.
"Komisi mengusulkan paket bantuan keuangan makro darurat baru sebesar 1,2 miliar euro," kata von der Leyen.
Von der Leyen mengatakan, paket bantuan keuangan Uni Eropa bertujuan untuk membantu kebutuhan Ukraina dalam mengatasi eskalasi cepat di tengah konflik dengan Rusia. Von der Leyen mengandalkan Dewan Eropa, kelompok pemerintah Uni Eropa, dan anggota parlemen Uni Eropa menyetujui dukungan darurat untuk mencairkan bantuan keuangan tahap pertama sebesar 600 juta euro.
Von der Leyen meminta mitra internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengikuti pendekatan yang sama, dan memperbarui keterlibatan mereka dengan Ukraina. Komisi Eropa telah menggandakan bantuan bilateral dalam bentuk hibah ke Kiev tahun ini. Eropa memberikan dana tambahan sebesar 120 juta euro dari total rencana bantuan 160 juta euro yang sudah direncanakan.
Menurut von der Leyen, sejak 2014 Uni Eropa dan lembaga keuangan Eropa telah mengalokasikan lebih dari 17 miliar euro dalam bentuk hibah dan pinjaman ke negara Ukraina. Rusia mencaplok Semenanjung Krimea yang merupakan wilayah Ukraina pada 2014. Tindakan ini tidak pernah mendapat pengakuan internasional dan ilegal menurut hukum internasional.
Rusia diperkirakan telah mengerahkan sekitar 100 ribu tentara ke perbatasan Ukraina. Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden memperkirakan bahwa Rusia akan melakukan invasi ke Ukraina dalam waktu dekat. Sementara, Moskow berulang kali membantah bahwa mereka merencanakan serangan militer ke Kiev.
Belum lama ini, Rusia mengumpulkan puluhan ribu tentara di dekat perbatasan timur Ukraina. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa Kremlin dapat merencanakan serangan militer lainnya. Moskow membantah bahwa mereka sedang bersiap untuk melakukan serangan. Rusia mengatakan, mereka mengerahkan pasukan untuk keperluan latihan.
Pemerintah AS dan Inggris telah menarik sejumlah staf kedutaan di Kiev. Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan, penarikan staf diplomatik tersebut merupakan manifestasi dari kehati-hatian yang berlebihan.
“Faktanya, tidak ada perubahan mendasar dalam situasi keamanan baru-baru ini. Ancaman gelombang baru agresi Rusia tetap konstan sejak 2014 dan penumpukan pasukan Rusia di dekat perbatasan negara dimulai pada April tahun lalu,” kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Ukraina.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan, Uni Eropa tidak berencana untuk menarik keluarga diplomat dari Ukraina. Sementara Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, mengatakan, Jerman akan tetap hadir di Ukraina dan terus mengevaluasi situasi. Sedangkan Latvia memperingatkan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Ukraina kecuali mempunyai kebutuhan mendesak.