REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dosis booster ketiga dari vaksin Covid-19 yang dibuat oleh AstraZeneca, Pfizer-BioNTech, atau Johnson & Johnson (J&J) meningkatkan kadar antibodi secara signifikan pada individu yang sebelumnya telah menerima dua dosis suntikan CoronaVac dari Sinovac. Studi yang dilakukan peneliti dari Brasil dan Oxford University menemukan CoronaVac menerima dorongan terkuat dari vektor virus atau suntikan RNA, termasuk terhadap varian virus korona Delta dan Omicron.
"Studi ini memberikan pilihan penting bagi pembuat kebijakan di banyak negara di mana vaksin tidak aktif telah digunakan," kata direktur Oxford Vaccine Group dan pemimpin studi, Andrew Pollard.
Dosis ketiga CoronaVac juga meningkatkan antibodi, tetapi hasilnya lebih baik ketika vaksin yang berbeda digunakan. Hasil ini ditemukan dengan penelitian terbaru yang melibatkan 1.240 sukarelawan dari kota Sao Paulo dan Salvador di Brasil.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis Lancet, Tingkat antibodi rendah sebelum dosis booster, dengan hanya 20,4 persen orang dewasa berusia 18-60 tahun dan 8,9 persen orang dewasa berusia di atas 60 tahun yang memiliki tingkat antibodi penetralisir yang dapat dideteksi. Ini terlihat meningkat secara signifikan di setiap rejimen vaksin booster.
Tapi, penelitian lain pada Desember menemukan bahwa suntikan dua dosis Sinovac diikuti dengan dosis booster vaksin Pfizer-BioNTech menunjukkan respons imun yang lebih rendah terhadap varian Omikron dibandingkan dengan strain lain.
Vaksin Sinovac yang berbasis di China menggunakan versi tidak aktif dari strain virus korona yang diisolasi dari seorang pasien di China. Vaksin vektor virus seperti yang dikembangkan oleh AstraZeneca-Oxford dan J&J menggunakan versi yang lebih lemah dari virus lain untuk mengirimkan instruksi genetik untuk membuat protein dari virus yang perlindungannya dicari. Sedangkan vaksin mRNA Pfizer dan BioNTech mengirimkan transkrip genetik dengan instruksi untuk membuat protein virus guna mengajari tubuh cara bertahan melawan infeksi.