REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- UNICEF melaporkan kekhawatiran tumbuh bagi ratusan anak di penjara Suriah yang disita oleh narapidana ISIS, Selasa (25/1). Selama enam hari terjadi bentrokan dengan pejuang pimpinan Kurdi yang berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas fasilitas tersebut.
"Setiap hari penting. Sangat sulit untuk membayangkan kekejaman apa yang disaksikan anak-anak ini," ujar kepala advokasi dan komunikasi regional UNICEF Timur Tengah dan Afrika Utara, Juliette Touma.
Sekitar 850 anak-anak terjebak dalam baku tembak ketika Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi dibantu oleh pasukan Amerika Serikat (AS) berusaha menyerbu penjara di Kota Hasaka. Perebutan kembali ini menewaskan puluhan orang.
"Nyawa anak-anak berada dalam risiko langsung," kata Touma.
Pertempuran itu juga telah memaksa lebih dari 45.000 warga sipil, kebanyakan perempuan dan anak-anak, mengungsi dari rumah di distrik-distrik dekat penjara. "Keluarga-keluarga ini melarikan diri dengan tergesa-gesa tanpa membawa apa-apa dalam cuaca musim dingin yang keras. Banyak yang telah mengungsi dan melarikan diri dari kekerasan dari bagian lain Suriah," kata Touma.
Lusinan milisi ISIS melarikan diri ke daerah sekitarnya dalam serangan pekan lalu, termasuk meledakkan bom mobil di dekat gerbang penjara. Sementara narapidana lain mengambil alih sebagian dari fasilitas itu.
SDF mengatakan jumlah kematian sekarang mencapai sekitar 200 narapidana dan 27 anggotanya. Sementara lebih dari 550 milisi telah menyerah, bentrokan berlanjut dengan militan masih bersembunyi di beberapa bangunan.
Badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu mengatakan pertempuran harus segera diakhiri untuk memungkinkan perjalanan yang aman bagi 850 anak di bawah umur, beberapa di antaranya berusia 12 tahun. UNICEF tidak dapat memverifikasi apakah ada anak-anak di antara korban yang dikutip oleh SDF.
Anak-anak itu ditahan selama serangan dengan dukungan AS yang akhirnya mengusir ISIS dari kantong teritorial terakhirnya di Suriah pada 2019. Human Rights Watch AS dan kelompok hak asasi lainnya telah lama mengkritik pasukan pimpinan Kurdi yang menguasai sebagian besar wilayah timur laut Suriah karena menahan anak-anak di penjara darurat yang penuh sesak dalam kondisi tidak manusiawi.
Penjara Hasaka adalah yang terbesar dari beberapa dengan SDF menahan ribuan orang tanpa tuduhan atau pengadilan dan termasuk warga sipil yang menolak wajib militer paksa. Penahanan massal dalam beberapa tahun terakhir telah memicu tumbuhnya kebencian oleh anggota suku Arab yang menuduh pasukan Kurdi melakukan diskriminasi rasial, tuduhan yang dibantah oleh pasukan pimpinan Kurdi yang menguasai wilayah mereka.