REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI – Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi mengunjungi Uni Emirat Arab (UEA), Rabu (26/1/2022). Dia bertemu Putra Mahkota UEA Sheikh Mohamed bin Zayed untuk membahas sejumlah isu kawasan.
Upacara penerimaan resmi berlangsung di Istana al-Watan di Abu Dhabi. Menurut keterangan yang dirilis kantor kepresidenan Mesir, kunjungan Sisi ke Abu Dhabi bertujuan untuk melakukan konsultasi dan koordinasi terkait perkembangan regional terbaru. “Mengingat apa yang dibutuhkan tahap saat ini dari upaya bersama untuk melindungi keamanan nasional Arab serta melawan upaya mengacaukan keamanan serta stabilitas negara-negara Arab,” katanya, dikutip laman Al Arabiya.
Sisi dan Sheikh Mohamed turut membahas hubungan historis kedua negara. Mereka turut mendiskusikan tentang upaya mempererat dan memperluas hubungan bilateral Mesir-UEA. Kunjungan Sisi ke UEA terjadi setelah negara tersebut menghadapi serangan kelompok pemberontak Houthi Yaman.
Pada 17 Januari lalu, tiga pesawat nirawak (drone) milik Houthi dikerahkah ke Abu Dhabi. Serangan ketiga pesawat itu menyebabkan kebakaran dan tiga kapal tanker meledak. Tiga warga UEA tewas dan enam lainnya mengalami luka-luka akibat insiden tersebut. Kebakaran lain terjadi di area pembangunan baru Bandara Internasional Abu Dhabi.
Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah bin Zayed bersumpah negaranya tak akan membiarkan insiden itu berlalu begitu saja. Dia menyebut UEA berhak merespons serangan teroris dan eskalasi kriminal yang jahat itu.
Amerika Serikat (AS) dan Liga Arab turut mengecam serangan tersebut. UEA dan Liga Arab telah meminta agar Houthi kembali ditetapkan sebagai organisasi teroris internasional. UEA diketahui merupakan bagian dari koalisi militer pimpinan Arab Saudi yang melancarkan serangan ke Yaman. Mereka telah menjalankan operasinya sejak 2015. Tujuan koalisi militer itu adalah membantu pasukan pemerintah Yaman dalam menumpas Houthi.
Saudi memang memandang Houthi sebagai ancaman terhadap keamanannya. Sebelum UEA, Houthi cukup sering melancarkan serangan pesawat nirawak ke Saudi. Kelompok pemberontak itu dilaporkan memperoleh dukungan dan sokongan dari Iran.