REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi dan China telah berjanji untuk memperluas kerja sama mereka di bidang pertahanan dan hubungan militer bilateral. Kerja sama ini semakin memperkuat hubungan antara kedua negara.
Dilansir Middle East Monitor pada Jumat (28/1/2022), Menteri Pertahanan Nasional China Wei Fenghe dan Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi Khalid bin Salman menyepakati koordinasi dan kerja sama yang lebih besar dalam menentang taktik hegemonik dan intimidasi di kawasan itu sambil mengadvokasi untuk melindungi kepentingan negara-negara berkembang.
"Militer China bersedia menjaga komunikasi strategis dengan angkatan bersenjata Saudi sejalan dengan mekanisme kerja sama yang direncanakan di antara mereka. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan solidaritas dalam membandingkan pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung," kata Menteri Pertahanan Nasional China, Wei Fenghe.
Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi Khalid bin Salman memuji kemitraan strategis dan kemajuan dalam hubungan militer antara Riyadh dan Beijing. "Hal ini terus berkembang dan menegaskan kembali perlunya lebih banyak kerja sama militer," kata dia.
Menteri China pun juga berterima kasih kepada Khalid bin Salman atas dukungan setia Kerajaan dalam isu tudingan penganiayaan terhadap Muslim Uighur di provinsi barat laut Xinjiang dan penindasan gerakan demokrasi anti-Beijing di Hong Kong. Diketahui, Arab Saudi adalah salah satu dari daftar negara-negara mayoritas Muslim yang telah menolak untuk mengutuk atau menyelidiki penganiayaan terhadap Uighur dan yang telah setuju untuk bekerja sama dengan Beijing dalam mendeportasi Uighur di luar negeri kembali ke China. Negara lainnya termasuk Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Pakistan, dan Maroko.
Sejumlah orang Uighur juga mendekam dalam tahanan di bawah otoritas Saudi. Mereka berisiko dideportasi kembali ke China termasuk seorang cendekiawan Islam yang dilaporkan awal bulan ini berada di ambang deportasi.