REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Seorang pria berusia 78 tahun, Omar Asaad ditangkap tentara Israel di Tepi Barat yang diduduki. Pria tersebut meninggal dunia dan hasil autopsi menunjukkan bahwa penyebab kematian karena kekerasan eksternal.
Autopsi dilakukan tiga dokter Palestina, mengkonfirmasi bahwa Omar Asaad, yang memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat, menderita kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Tetapi juga ditemukan memar di kepalanya, kemerahan di pergelangan tangannya karena diikat, dan berdarah di kelopak matanya karena ditutup matanya dengan erat.
Laporan itu, salinan yang diperoleh The Associated Press pada Kamis (27/1), menyimpulkan bahwa penyebab kematiannya adalah "penghentian tiba-tiba otot jantung yang disebabkan ketegangan psikologis akibat kekerasan eksternal yang dialaminya.”
Assad kembali ke rumahnya pukul 3 pagi pafa 12 Januari kemudian ditangkap tentara Israel yang telah mendirikan pos pemeriksaan terbang di desa asalnya, Jiljiliya.
Ini adalah kejadian umum di Tepi Barat, yang berada di bawah kekuasaan militer Israel sejak Israel merebut wilayah itu dalam perang Timur Tengah 1967.
Saksi mata Palestina mengatakan Asaad dianiaya sebelum diikat dan ditutup matanya, dan kemudian dibawa ke kompleks apartemen yang ditinggalkan di dekatnya.
Warga Palestina lainnya yang ditahan di gedung yang sama malam itu mengatakan, mereka tidak menyadari Asaad ada di sana sampai setelah tentara pergi.
Para tahanan kemudian menemukan Assad tidak sadarkan diri, berbaring telungkup di tanah, dan memanggil ambulans.
Militer Israel mengatakan dia ditahan setelah menolak pemeriksaan dan kemudian dibebaskan, mengklaim bahwa Assad masih hidup.
Unit yang menahan Asaad, Netzah Yehuda, atau “Judea Forever,” adalah unit khusus untuk tentara Yahudi ultra-Ortodoks. Itu dibentuk dengan tujuan mengintegrasikan segmen populasi yang biasanya tidak melakukan dinas militer. Tapi media Israel telah melaporkan masalah di unit yang berasal dari ideologi garis keras banyak tentara.
Juru bicara militer Israel, Letnan Kolonel Amnon Shefler mengatakan insiden itu masih dalam penyelidikan dan bahwa tindakan akan diambil jika ditemukan kesalahan.
Departemen Luar Negeri Palestina mengatakan, pihaknya telah menghubungi pemerintah Israel untuk mencari klarifikasi tentang insiden itu dan mendukung penyelidikan menyeluruh.
Pejabat Amerika Serikat tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari hasil Autopsi. Kelompok hak asasi manusia Israel B'Tselem mengatakan penahanan Asaad adalah aneh.
“Ini adalah desa yang sangat kecil dan tenang,” kata Dror Sadot, juru bicara kelompok tersebut. “Tidak ada alasan sama sekali untuk membawa seorang berusia 80 tahun dan menyeretnya serta memborgolnya. Saya tidak tahu mengapa mereka melakukannya,” ujarnya dilansir dari Arab News, Jumat (28/1).
Israel mengatakan pihaknya menyelidiki secara menyeluruh insiden di mana warga Palestina dibunuh oleh pasukan Israel. Tetapi kelompok hak asasi mengatakan penyelidikan itu akan sia-sia.
”Penyelidikan jarang mengarah pada dakwaan atau hukuman dan bahwa dalam banyak kasus tentara tidak mewawancarai saksi kunci atau mengambil bukti,” ujar Sadot.
Sadot mengatakan fakta bahwa militer masih menyelidiki lebih dari dua pekan setelah insiden itu, bahkan dengan tekanan tambahan dari pengawasan Amerika, menunjukkan bahwa kesimpulan apa pun pada akhirnya akan menjadi "kapur". “Saya tidak tahu, tapi dari pengalaman kami, itu tidak akan menghasilkan apa-apa,” kata dia.
Sumber: arabnews