REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Penjabat Menteri Pendidikan tinggi Taliban mengumumkan pada Ahad (30/1/2022) waktu setempat bahwa Universitas negeri Afghanistan akan dibuka kembali pada Februari. Namun ia tidak menjelaskan apakah mahasiswi akan diperkenankan mengikuti perkuliahan atau tidak.
"Universitas di provinsi yang lebih hangat akan dibuka kembali mulai 2 Februari, sementara universitas di daerah yang lebih dingin akan dibuka kembali pada 26 Februari," kata menteri Shaikh Abdul Baqi Haqqani dalam konferensi pers di Kabul.
Dia tidak mengatakan pengaturan untuk siswa perempuan. Dalam pernyataan sebelumnya, menteri telah mengumumkan bahwa pemisahan gender akan diberlakukan di universitas negeri sesuai dengan Syariah atau hukum Islam sebelum membukanya kembali. Dia juga mengatakan pada saat itu bahwa jilbab akan menjadi wajib bagi siswa perempuan.
Universitas negeri di negara tersebut ditutup sejak Taliban merebut kekuasaan pada 15 Agustus tahun lalu. Namun sejauh ini, pemerintah Taliban telah membuka kembali sekolah menengah untuk anak laki-laki hanya di sebagian besar negara.
Beberapa universitas swasta telah dibuka kembali, tetapi dalam banyak kasus siswa perempuan belum dapat kembali ke kelas. Pemerintah Barat telah menjadikan pendidikan bagi siswa perempuan sebagai bagian dari tuntutan mereka karena Taliban mencari lebih banyak bantuan asing dan mencairkan aset luar negeri.
Dilansir laman Reuters, Pengumuman Ahad datang ketika Taliban menghadapi tekanan dari komunitas internasional untuk menghormati hak asasi manusia semua warga Afghanistan, terutama perempuan, dan mengizinkan semua perempuan untuk menerima pendidikan. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperbarui seruannya kepada Taliban untuk menegakkan janji untuk menghormati hak asasi manusia.
"Di Afghanistan, perempuan & anak perempuan sekali lagi ditolak haknya atas pendidikan, pekerjaan & keadilan yang setara," cicit Guterres di Twitter dikutip laman Voice of America, Senin (31/1). "Untuk menunjukkan komitmen nyata untuk menjadi bagian dari komunitas global, Taliban harus mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia yang dimiliki setiap gadis dan wanita."
Universitas negeri dan swasta Afghanistan adalah pendidikan bersama sebelum pengambilalihan Taliban. Laki-laki dan perempuan belajar berdampingan, dan perempuan tidak harus mematuhi aturan berpakaian. Namun, di sekolah dasar dan sekolah menengah atas, anak perempuan dan laki-laki diajarkan secara terpisah sampai kelompok Islamis itu mendapatkan kembali kekuasaannya Agustus lalu.
"Pendidikan bersama bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan dengan nilai-nilai nasional dan juga bertentangan dengan tradisi Afghanistan," kata Haqqani dalam konferensi pers September di Kabul.