REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang tidak disebutkan namanya mengatakan perundingan tidak langsung antara AS dan Iran mengenai kesepakatan nuklir memasuki "perpanjangan terakhir." Semua pihak harus membuat keputusan politik yang sulit.
Sumber mengatakan perundingan untuk kembali ke perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), terbaru di Wina "salah satu yang paling intensif yang telah dijalani." Mantan Presiden AS Donald Trump menarik Washington dari JCPOA pada 2018 lalu.
"Kami telah meraih kemajuan dalam mempersempit daftar perbedaan hanya untuk prioritas-prioritas utama bagi semua pihak, dan karena itu sekarang waktunya untuk keputusan politik," kata sumber tersebut, Selasa (1/2/2022).
Satu tahun yang lalu Presiden AS Joe Biden berjanji Washington untuk kembali ke JCPOA. Tapi Iran terus melanjutkan program nuklir mereka dan kesepakatan itu masih sulit dipahami.
Pejabat itu mengatakan Washington telah menjelaskan apa yang mereka siapkan untuk mencabut-cabut sanksi yang tidak konsisten dengan kesepakatan nuklir. Kini bolanya berada di Iran.
"Kini saat ini, bagi Iran untuk memutuskan, apakah siap untuk membuat keputusan yang diperlukan bagian kedua belah pihak kembali mematuhi JCPOA," katanya.
"Kami sudah berada di perpanjangan terkahir, mengingat kecepatan kemajuan Iran, kemajuan nuklirnya, kami hanya memiliki beberapa pekan untuk mencapai kesepakatan," tambahnya.
Pejabat itu mengatakan bila tidak ada kesepakatan maka Washington akan meningkatkan tekanan pada Iran dalam bidang "ekonomi, diplomasi dan lainnya". Ia menegaskan Washington siap terlibat dengan Iran melalui perundingan langsung.
Ia mengatakan mengingat rentang waktunya terbatas perundingan langsung akan sangat menguntungkan. Tapi ia menambahkan tidak ada tanda-tanda Iran bersedia melakukannya.
"Kami belum bertemu langsung, kami tidak memiliki indikasi itu akan terjadi ketika kami bertemu kembali," katanya.