Rusia dan Amerika Serikat saling tuding pada Senin (31/1/2022) ketika Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan tentang penambahan pasukan Moskow di perbatasan dengan Ukraina.
Washington mengatakan, pengerahan pasukan Rusia adalah "ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional," sementara juru bicara Kremlin menyebut KTT PBB sebagai "aksi publisitas" dan menuduh Gedung Putih menciptakan "histeria."
AS menuding bahwa Rusia berencana untuk meningkatkan kehadiran pasukannya di Belarus menjadi 30 ribu personel dalam beberapa minggu mendatang, untuk menambah 100 ribu prajurit yang telah dipindahkan di dekat perbatasan Ukraina-Rusia.
Namun, Belarus membantah, penambahan pasukan itu digunakan sebagai tempat pementasan untuk invasi Rusia ke Ukraina.
Dalam pertemuan tersebut, Amerika Serikat berhasil meyakinkan 10 dari 15 anggota dewan keamanan untuk mendukung pertemuan publik dan menggagalkan upaya Rusia menginvasi Ukraina.
Namun, segala tindakan formal yang dilakukan Dewan Keamanan dianggap sangat tidak mungkin, mengingat hak veto Rusia dan hubungannya dengan negara lain di dewan, termasuk Cina, yang telah mendukung upaya Moskow untuk memblokir pertemuan terbuka.
"Ini benar-benar waktu yang tepat untuk menyerukan diplomasi yang tenang," kata utusan Beijing untuk PBB Zhang Jun.
Saling tuding
Selama lebih dari dua jam, AS dan Rusia melontarkan kata-kata panas, dengan utusan Moskow Vassily Nebenzia menuduh AS memasang "Nazi murni" ke dalam kekuasaan di Kiev.
Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield membalas, kekuatan militer Rusia yang tumbuh lebih dari 100 ribu tentara di sepanjang perbatasan Ukraina adalah "mobilisasi terbesar" di Eropa dalam beberapa dekade, dan menambahkan telah terjadi lonjakan serangan siber dan disinformasi Rusia.
"Mereka berusaha, tanpa dasar faktual apa pun, untuk menggambarkan Ukraina dan negara-negara Barat sebagai agresor membuat dalih untuk menyerang," katanya.
Nebenzia kemudian menuduh Barat munafik, dengan mengatakan: "Rekan-rekan Barat kami berbicara tentang perlunya deeskalasi. Namun, pertama dan terutama, mereka sendiri mengobarkan ketegangan dan retorika, serta memprovokasi eskalasi."
"Ancaman agresi di perbatasan Ukraina ... provokatif. Pengakuan kami atas fakta di lapangan tidak provokatif," kata Thomas-Greenfield.
Proses diplomasi terhenti
Meskipun pembicaraan tingkat tinggi sedang berlangsung, Rusia dan AS belum dapat mencapai kesepakatan apa pun mengenai cara untuk meredakan ketegangan. Meskipun Moskow mengklaim tidak memiliki rencana untuk menyerang Ukraina, ia telah menuntut agar NATO berjanji untuk tidak pernah mengizinkan keanggotaan Kiev dalam aliansi tersebut, menghentikan pasukannya di Eropa Timur, dan mengakhiri penyebaran senjata di dekat perbatasan Rusia.
Baik Gedung Putih maupun NATO telah menolak dan menyebut bahwa tuntutan Rusia mustahil. AS telah mengancam sanksi ekonomi yang sangat berat jika Moskow melanjutkan sikap militernya di perbatasan.
Sanksi ekonomi AS dan Inggris
Pada hari Selasa (01/02), AS mengumumkan rencana untuk memberikan sanksi kepada elit Rusia, dalam langkah terkoordinasi dengan Inggris.
Sementara itu, Inggris mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin untuk "mundur dari jurang," karena mengumpulkan pasukan di berbagai titik di sekitar perbatasan Ukraina.
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan pemerintah sedang merencanakan kekuatan baru untuk menargetkan perusahaan yang terkait dengan negara Rusia, serta kemampuan untuk membekukan aset elit Rusia tertentu dan menolak mereka masuk ke Inggris.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pernyataan Inggris itu "sangat mengganggu" dan membuat Inggris kurang menarik bagi investor.
"Tidak sering Anda melihat atau mendengar ancaman langsung seperti itu untuk menyerang bisnis," katanya. "Sebuah serangan oleh negara tertentu terhadap bisnis Rusia mengisyaratkan tindakan pembalasan, dan tindakan ini akan dirumuskan berdasarkan kepentingan kami jika perlu."
Baik AS maupun Inggris tidak merinci individu Rusia mana yang ada dalam daftar kemungkinan sanksi.
"Orang-orang yang telah kami identifikasi berada di atau dekat lingkaran dalam Kremlin dan memainkan peran dalam pengambilan keputusan pemerintah atau setidaknya terlibat dalam perilaku destabilisasi Kremlin," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan.
ha/pkp (AP, dpa, Reuters, AFP)