REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Diplomat PBB mengatakan Amerika Serikat (AS) mendukung Inggris dan Prancis meminta Dewan Keamanan PBB menggelar rapat tertutup mengenai Korea Utara (Korut). Terutama soal balistik rudal jarak menengah yang luncurkan baru-baru ini.
Pada Senin (31/1/2022), Korut mengonfirmasi meluncurkan rudal balistik Hwasong-12. Peluncuran senjata yang pernah digunakan untuk mengancam AS itu memicu kekhawatiran Korut akan kembali menggelar uji coba rudal jarak jauh.
Peluncuran rudal jarak menengah ini pertama kali dilaporkan Korea Selatan (Korsel) dan Jepang pada Ahad (30/1/2022). Peluncuran ini merupakan uji coba rudal ketujuh Korut selama bulan Januari dan uji coba pertama rudal kekuatan nuklir sebesar itu sejak 2017.
Pada Selasa (1/2/2022) Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam peluncuran tersebut. Juru bicara PBB mengatakan, Guterres mendesak Korut "untuk berhenti mengambil langkah kontrak produktif lebih lanjut".
"Ini melanggar moratorium yang DPRK (Korut) umumkan 2018 lalu mengenai peluncuran semacam ini, dan pelanggaran terang-terangan resolusi Dewan Keamanan," kata deputi juru bicara PBB Farhan Haq.
"Sangat memprihatinkan DPRK kembali mengabaikan semua pertimbangan untuk keamanan penerbangan atau maritim internasional," tambah Haq dalam pernyataannya.
Sejak 2006 PBB menjatuhkan sanksi pada Korut yang terus diperkuat Dewan Keamanan selama bertahun-tahun. Sanksi-sanksi itu mengincar anggaran program nuklir dan rudal balistik Pyongyang.
Diplomat-diplomat PBB mengatakan bulan lalu China dan Rusia menahan desakan AS agar PBB memberi sanksi pada lima orang warga Korut.