REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH — Menteri Luar Negeri Myanmar tidak diizinkan untuk menghadiri pertemuan tingkat menteri regional ASEAN, tetapi perwakilan non-politik akan diundang.
Kamboja, selaku kepala Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, akhir tahun lalu mengejutkan dengan melarang junta Myanmar dari pertemuan-pertemuan penting karena kegagalan untuk menghormati rencana perdamaian yang disepakati dengan blok tersebut.
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sebelumnya dilaporkan berusaha untuk berkomunikasi dengan Pemerintah Myanmar yang dipimpin militer sejak kudeta pada 1 Februari 2021. Namun, anggota ASEAN belum mencapai konsensus untuk mengundang Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin, melihat kurangnya kemajuan dalam rencana perdamaian negara itu.
"Sementara itu, kami mendorong Myanmar untuk diwakili oleh tingkat non-politik daripada membiarkan kursi kosong," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja, Chum Sounry, dilansir The Wire, Jumat (4/2).
Kamboja akan menjadi tuan rumah pertemuan para menteri ASEAN pada 16 dan 17 Februari mendatang. Myanmar telah berada dalam krisis sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih tahun lalu, dengan sekitar 1.500 warga sipil tewas dalam tindakan keras terhadap para demonstran yang menentang kepemimpinan junta.
Sejumlah organisasi bersenjata di wilayah-wilayah perdesaan Myanmar bersama kelompok-kelompok pro-demokrasi yang telah melakukan perlawanan terhadap pasukan militer. Kamboja mengatakan pihaknya sangat prihatin tentang laporan kekerasan yang terus berlanjut dan memburuknya situasi kemanusiaan di Myanmar.
“Negara-negara anggota ASEAN menggarisbawahi urgensi penghentian segera kekerasan dan bagi semua pihak untuk menahan diri sepenuhnya,” kata Sounry.
Baca: KPK akan Telusuri Aliran Harta Pejabat Negara Sampai ke Pacar
Baca: Pasien Covid-19 Bisa Isolasi Mandiri? Satgas Ungkap Ketentuan Isoman
Baca: Wagub DKI: Tak Jadi Ibu Kota, Jakarta akan Baik-Baik Saja