Sabtu 05 Feb 2022 07:55 WIB

Pembakaran 200 Rumah di Desa Myanmar dan Klaim Junta Militer

Junta militer Myanmar disebut melakukan pembakaran 200 rumah warga

Rep: Ferginadira/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi: Tentara Myanmar. Junta militer Myanmar disebut melakukan pembakaran 200 rumah warga
Foto: Anadolu Agency
Ilustrasi: Tentara Myanmar. Junta militer Myanmar disebut melakukan pembakaran 200 rumah warga

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW - Penduduk dua desa di barat laut Myanmar mengatakan tentara telah membakar ratusan rumah selama pekan ini. Hal ini dilakukan dalam operasi junta mencari pemberontak anggota milisi bersenjata. 

Pada Kamis (3/2/3033) waktu setempat, penduduk Desa Mwe Tone mengatakan bahwa 200 dari 250 rumah di sana dilalap api. Selain itu hampir 200 dari 800 rumah di Desa Pan, desa terdekatnya juga dibakar. Angka serupa dilaporkan oleh media Myanmar. 

Baca Juga

"Sebagai petani, saya menabung selama 15 tahun untuk membangun rumah, dan yang tersisa dari rumah saya hanyalah abu. Bukan hanya rumah saya tetapi seluruh desa berubah menjadi abu," kata seorang warga Desa Mwe Tone berusia 29 tahun, yang berbicara dengan syarat anonim karena dia takut akan pembalasan dari pihak berwenang. "Sekarang, kami tidak punya apa-apa untuk dimakan atau tinggal bersama." 

Foto-foto menunjukkan pompa air, traktor, dan kendaraan hancur oleh kobaran api. Tidak sedikit hewan ternak juga menjadi korban. 

Tentara Myanmar memiliki reputasi menggunakan pembakaran sebagai salah satu taktiknya dalam operasi kontra-pemberontakan.

Pasukan diyakini telah membakar sebanyak 200 desa dalam kampanye brutal tahun 2017 di negara bagian Rakhine barat yang memicu lebih dari 700 ribu penduduk desa Muslim Rohingya untuk mencari keselamatan melintasi perbatasan di Bangladesh. 

Tentara dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida atas tindakannya terhadap Rohingya, yang juga termasuk pembunuhan dan pemerkosaan terhadap warga sipil.

Dalam kampanye junta saat ini melawan penentang kekuasaan militer, mereka kembali dituduh meratakan rumah dan melakukan pembantaian warga sipil. 

Taktik pemerintah juga telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang besar. Lebih dari 300 ribu orang di seluruh negeri mengungsi dari rumah mereka, dan konflik seringkali menghalangi bantuan untuk menjangkau mereka. 

Perlawanan bersenjata dan tanpa kekerasan terhadap pengambilalihan tentara tahun lalu telah mencegah militer mengkonsolidasikan kekuasaannya, yang beberapa ahli menilai negara itu telah tergelincir ke dalam perang saudara.

Perlawanan umumnya menggunakan taktik gerilya tabrak lari, yang sering ditanggapi oleh tentara dengan kekerasan. 

 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement