REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Militer Amerika Serikat (AS) mengatakan pada Jumat (4/2) bahwa satu pembom ISIS menewaskan 13 tentara AS dan sedikitnya 170 warga Afghanistan di bandara Kabul pada Agustus lalu. Serangan ini dinilai bukan serangan kompleks yang semula diduga dan itu tidak dapat dicegah dengan sumber daya yang ada.
Kepala Komando Pusat AS Jenderal Marinir Frank McKenzie mengatakan, bom itu mengirim bantalan bola 5 mm merobek kerumunan yang penuh sesak di Gerbang Abbey. Penyelidikan tidak menemukan bukti pasti adanya tembakan.
"Saya ingin mengakui bahwa penyelidikan berbeda dari apa yang awalnya kami yakini pada hari serangan itu," kata McKenzie memberi pengarahan tentang hasil penyelidikan militer.
Menurut McKenzie, pada saat itu, informasi terbaik yang dimiliki segera setelah serangan itu menunjukkan bahwa serangan kompleks oleh seorang pembom bunuh diri dan orang-orang bersenjata ISIS-K. "Berdasarkan penyelidikan kami, pada tingkat taktis, ini tidak dapat dicegah. Dan para pemimpin di lapangan mengikuti tindakan yang tepat," ujar Brigadir Jenderal Angkatan Darat Lance Curtis saat ditanya apakah itu bisa dicegah.
McKenzie dan pejabat militer AS lainnya mengatakan penyelidikan telah mengumpulkan kesaksian dari lebih dari seratus saksi, analisis dari pemeriksa medis dan ahli bahan peledak, rekaman drone, dan bukti lainnya. Para pejabat mengatakan bom itu dibuat dari sekitar 20 pon bahan peledak tingkat militer dan kemungkinan besar pengebom mengangkatnya sebelum meledakkannya. Di luar 13 prajurit AS yang tewas, sekitar 45 lainnya terluka.
Pemboman itu terjadi pada 26 Agustus ketika pasukan AS berusaha membantu warga AS dan Afghanistan melarikan diri setelah kekacauan akibat pengambilalihan Taliban. Peristiwa itu juga membuat pemerintahan Presiden Joe Biden berjuang untuk menjawab tuduhan bahwa Departemen Luar Negeri bisa mengevakuasi warganya lebih cepat daripada membahayakan pasukan AS.
Serangan itu menempatkan militer AS dalam keadaan siaga tinggi yang mungkin telah berkontribusi pada serangan pesawat tak berawak AS yang gagal. Serangan ini justru mengira warga sipil sebagai milisi ISIS.