REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Laporan baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan Korea Utara terus mengembangkan program nuklir dan rudal balistiknya termasuk kemampuannya untuk memproduksi komponen perangkat nuklir yang melanggar resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB. Ada percepatan yang nyata dari pengujian Pyongyang dan demonstrasi rudal jarak pendek dan mungkin jarak menengah baru hingga Januari.
"Teknologi baru yang diuji termasuk kemungkinan hulu ledak pemandu hipersonik dan kendaraan masuk kembali yang dapat bermanuver,” kata panel tersebut.
Korea Utara juga menunjukkan peningkatan kemampuan untuk penyebaran cepat, mobilitas luas dan peningkatan ketahanan pasukan misilnya. Para ahli mengatakan Pyongyang terus mencari materi, teknologi, dan pengetahuan untuk program-program ini di luar negeri, termasuk melalui sarana dunia maya dan penelitian ilmiah bersama.
Setahun yang lalu, panel mengatakan Korea Utara telah memodernisasi senjata nuklir dan rudal balistiknya. Negara itu menggunakan serangan siber untuk membantu membiayai programnya dan terus mencari bahan dan teknologi di luar negeri untuk persenjataannya termasuk di Iran.
"Serangan siber, terutama pada aset cryptocurrency, tetap menjadi sumber pendapatan penting bagi pemerintah Kim Jong-un," ujar para ahli yang memantau penerapan sanksi terhadap Korea Utara mengatakan dalam laporan baru.
Dalam beberapa bulan terakhir, Korea Utara telah meluncurkan berbagai sistem senjata. Negara ini pun mengancam akan mencabut moratorium empat tahun untuk uji coba senjata yang lebih serius seperti ledakan nuklir dan peluncuran ICBM. Pada Januari, Korea Utara membuat rekor sembilan peluncuran rudal dan senjata lain yang baru-baru ini diuji termasuk rudal hipersonik perkembangan dan rudal yang diluncurkan dari kapal selam.
DK PBB awalnya memberlakukan sanksi terhadap Korea Utara setelah ledakan uji coba nuklir pertamanya pada 2006. Sanksi lebih keras diberikan dalam menanggapi uji coba nuklir lebih lanjut dan program rudal nuklir dan balistik negara yang semakin canggih.
Sanksi PBB melarang ekspor batu bara Korea Utara dan para ahli mengatakan dalam laporan baru bahwa ekspor batu bara melalui laut meningkat pada paruh kedua 2021. Hanya saja transaksi itu masih pada tingkat yang relatif rendah.
"Jumlah impor ilegal minyak sulingan meningkat tajam pada periode yang sama, tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya,” kata panel tersebut.
Laporan ini juga menyatakan pengiriman langsung oleh kapal tanker non-Korea Utara telah berhenti dan hanya kapal tanker dari Korea Utara yang mengirimkan minyak. Perubahan metodologi mungkin sebagai tanggapan terhadap tindakan Covid-19.