Selasa 08 Feb 2022 20:12 WIB

Larangan Hijab Picu Gesekan Antaragama di India

Sekolah di Udupi melarang siswi yang berhijab masuk kelas.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Serombongan siswa perempuan India berjalan menuju sekolah mereka di Udupi, India, Senin (7/2/2022). Pelajar India yang menggunakan jilbab dilarang memasuki ruang kelas mereka.
Foto:

Karena perdebatan ini melibatkan bias pada kain yang digunakan menutup rambut dan menjaga kesopanan, sejumlah aktivis hak sipil khawatir dekrit anti-hijab menambah Islamophobia.

Kekerasan dan kebencian terhadap Muslim di India meningkat pesat selama pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi dari partai nasionalis Hindu berkuasa. Partai itu juga berkuasa di Negara Bagian Karnataka.

"Memilih hijab untuk dikritik itu tidak adil dan diskriminatif, mereka yang menentangnya memiliki catatan mencela sekularisme dan dengan terbuka mendukung mayoritarianisme,” kata pendiri kelompok wanita Muslim, Bharatiya Muslim Mahila Andolan, Zakia Soman.

Pihak lain menekankan Modi dan partai nasionalis Hindu-nya perlahan-lahan akan semakin mengisolasi dan memarjinalisasi muslim. Kegelisahan yang sudah lama dirasakan komunitas Muslim India, negara multikultural yang menjamin kebebasan beragama di konstitusinya.

"Apa yang kami lihat adalah upaya menutup keberadaan perempuan Muslim dan mendorong mereka dari ruang publik," kata aktivis di New Delhi, Afreen Fatima.

Ia mengatakan larangan ini merupakan puncak dari iklim kebencian terhadap Muslim. "Yang kini termanifestasikan dalam bentuk fisik," katanya.

Kebijakan anti-hijab memicu kecaman dari masyarakat di daring. Tagar #HijabIsOurRight menyebar di media sosial tapi juga dapat perlawanan balik.

Pekan lalu sejumlah murid Hindu di Karnataka memakai selendang berwarna kunyit, simbol kelompok nasionalis Hindu. Mereka juga mengucapkan puja-puji pada dewa dengan keras. Sambil memprotes pilihan siswi muslim untuk memakai hijab.

Hal ini menunjukkan keretakan antara agama di India semakin besar. Ketegangan antara mayoritas Hindu dengan minoritas Muslim.

 

Peristiwa tersebut mendorong pemerintah negara bagian untuk melarang pakaian yang dianggap "mengganggu kesetaraan, integritas dan ketertiban umum". Sejumlah sekolah menengah mengumumkan hari libur untuk menghindari bentrokan massa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement