Rabu 09 Feb 2022 13:27 WIB

Italia: NATO tidak Dapat Menutup Pintu Bagi Ukraina dan Georgia

Italia tidak mengakui pencaplokan Krimea dan mendukung integritas teritorial Ukraina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Prajurit Ukraina menjaga pos pemeriksaan di garis pemisahan di wilayah Luhansk, di Luhansk, Ukraina, Kamis, 3 Februari 2022. Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio, mengatakan, NATO tidak dapat mengingkari janji pada 2008 untuk membuka pintu bagi Ukraina dan Georgia bergabung dengan aliansi pertahanan tersebut.
Foto: AP/Andriy Dubchak
Prajurit Ukraina menjaga pos pemeriksaan di garis pemisahan di wilayah Luhansk, di Luhansk, Ukraina, Kamis, 3 Februari 2022. Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio, mengatakan, NATO tidak dapat mengingkari janji pada 2008 untuk membuka pintu bagi Ukraina dan Georgia bergabung dengan aliansi pertahanan tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio, mengatakan, NATO tidak dapat mengingkari janji pada 2008 untuk membuka pintu bagi Ukraina dan Georgia bergabung dengan aliansi pertahanan tersebut. Namun, janji tersebut merupakan garis merah bagi Rusia.

"NATO tidak bisa menyerah pada kebijakan pintu terbuka dan komitmen yang dibuat dalam KTT Bucharest 2008 kepada Ukraina dan Georgia untuk bergabung dengan aliansi di masa depan, tetapi kita tahu bahwa ini adalah garis merah untuk Moskow. Di sisi lain, Kiev belum menyelesaikan reformasi yang harus diterapkan untuk mencapai keanggotaan NATO," ujar Di Maio, dilansir Anadolu Agency, Rabu (9/2).

Baca Juga

Di Maio mengatakan, Italia tidak mengakui pencaplokan Krimea dan mendukung integritas teritorial Ukraina. Menurutnya, saat ini Uni Eropa sedang berupaya untuk mencegah kemungkinan serangan Rusia ke Ukraina.

"Kami berinteraksi erat dengan mitra kami untuk menentukan paket tindakan yang berkelanjutan, bertahap, dan proporsional. Kami sedang mengerjakan sistem sanksi yang memungkinkan," kata Di Maio.

Di Maio mengatakan, unit angkatan laut Rusia melewati bagian Laut Mediterania antara Italia, Tunisia dan Malta, yang dikenal sebagai terusan Sisilia. Saat ini Italia memantau dengan cermat terusan tersebut.

Menyinggung tawaran Turki untuk menengahi pembicaraan antara Rusia dan Ukraina, Di Maio mengatakan, Turki memiliki hubungan historis dengan Rusia. Ukraina dan Rusia menyarankan agar pertemuan tripartit diadakan di Istanbul. Tetapi menurut Di Maio, tempat pertemuan tripartit untuk menyelesaikan krisis adalah di Uni Eropa.

"Italia akan menyambut aktor lain, tetapi kami berharap Prancis dan Uni Eropa dapat mengatasi masalah ini. Tetapi pada saat yang sama, kami memiliki tekad yang sama untuk menyampaikan pesan yang jelas kepada Rusia bahwa, setiap agresi terhadap Kiev memiliki konsekuensi serius," kata Di Maio.

Moskow dan Kiev terlibat konflik setelah Rusia mencaplok Semenanjung Krimea pada 2014, yang memicu permusuhan di wilayah Donbas timur. Rusia telah mengumpulkan ribuan tentara di dekat perbatasan Ukraina. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa, mereka mungkin merencanakan serangan militer terhadap Ukraina.

Amerika Serikat dan sekutunya telah memperingatkan bahwa, Rusia akan menghadapi konsekuensi berat jika menyerang Ukraina. Di sisi lain, Moskow membantah sedang bersiap untuk menyerang Ukraina. Moskow mengatakan, mereka mengerahkan pasukan untuk latihan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan, dia siap menjadi tuan rumah bagi para pemimpin Rusia dan Ukraina untuk melakukan dialog perdamaian. Dia telah mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ankara, meski belum menetapkan tanggal."Turki ingin ketegangan antara Rusia dan Ukraina diselesaikan sebelum berubah menjadi krisis baru. Saya berharap Rusia tidak akan melakukan serangan bersenjata dan pendudukan Ukraina," kata Erdogan.

Erdogan menekankan keinginan Turki untuk mengedepankan perdamaian dan stabilitas regional. Erdogan menegaskan kembali komitmen Turki terhadap integritas teritorial Ukraina.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement