Rabu 09 Feb 2022 13:51 WIB

Uni Eropa Dukung Perjanjian Pandemi yang Larang Pasar Hewan Liar

Beberapa negara meminta perjanjian pandemi bersifat tak mengikat.

Seorang warga berjalan di pasar hidangan laut Huanan di Wuhan, China. Uni Eropa (EU) tengah mendorong kesepakatan global untuk mencegah pandemi baru. Menurut seorang pejabat, kesepakatan ini termasuk melarang pasar hewan liar
Foto: Kyodo News via AP
Seorang warga berjalan di pasar hidangan laut Huanan di Wuhan, China. Uni Eropa (EU) tengah mendorong kesepakatan global untuk mencegah pandemi baru. Menurut seorang pejabat, kesepakatan ini termasuk melarang pasar hewan liar

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa (EU) tengah mendorong kesepakatan global untuk mencegah pandemi baru. Menurut seorang pejabat, kesepakatan ini termasuk melarang pasar hewan liar dan memberi insentif pada negara-negara yang melaporkan kemunculan virus baru.

Para perunding internasional akan bertemu pertama kali pada Rabu (9/2/2022) untuk mempersiapkan pembicaraan tentang perjanjian itu, kata pejabat tersebut, yang meminta agar namanya dirahasiakan. Target pembicaraan itu adalah mencapai kesepakatan awal pada Agustus.

Baca Juga

Namun, EU sejauh ini mengalami kesulitan untuk mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat dan negara-negara besar lain. Beberapa di antaranya menginginkan perjanjian itu bersifat tidak mengikat.

Seorang juru bicara bagi Charles Michel, presiden Dewan Eropa yang pada November 2020 mengusulkan sebuah perjanjian baru terkait pandemi, mengatakan dia tidak punya komentar baru tentang hal tersebut. Gedung Putih belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Menurut teori yang diterima secara luas, pandemi COVID-19 dimulai dengan penularan virus SARS-CoV-2 dari seekor hewan ke manusia di pasar hewan liar di China. Meski Beijing awalnya dipuji oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena dengan cepat mengabarkan soal virus baru tersebut, AS telah menuduh China menahan informasi tentang kemungkinan asal muasal wabah.

Di antara hal-hal yang ingin dimasukkan oleh EU ke dalam perjanjian tersebut adalah penutupan secara bertahap pasar-pasar hewan liar, kata pejabat EU itu. Insentif bagi negara-negara yang melaporkan virus baru juga dipandang penting untuk membantu mendeteksi secara cepat dan menghindari penutupan informasi.

Tahun lalu, negara-negara di selatan Afrika terdampak oleh pembatasan penerbangan setelah mereka menemukan varian Omicron. Pengalaman itu dikhawatirkan dapat menghalangi pelaporan wabah di masa depan jika insentifnya tidak cukup menarik.

Pejabat EU itu mengatakan insentif dapat mencakup jaminan akses ke obat-obatan dan vaksin yang dikembangkan untuk melawan virus-virus baru, yang sulit diperoleh negara-negara miskin selama pandemi COVID-19 ketika negara-negara kaya berebut mengamankan pasokannya.

Negara-negara yang mendeteksi dan melaporkan sebuah virus baru juga dapat memperoleh dukungan segera, seperti pengiriman peralatan medis dari pasokan global. Pembicaraan tentang perjanjian itu akan menyertakan delegasi dari enam negara yang mewakili wilayah-wilayah utama, yaitu Jepang, Belanda, Brasil, Afrika Selatan, Mesir dan Thailand, kata pejabat.

Brasil, yang mewakili negara-negara Amerika utara dan selatan, lebih menginginkan perjanjian yang tidak mengikat. EU, yang diwakili oleh Belanda, ingin mengusulkan kewajiban yang mengikat secara hukum untuk mencegah dan melaporkan wabah virus baru, menurut sebuah dokumen EU yang dilihat oleh Reuters.

Jika kesepakatan tercapai, perjanjian itu diharapkan dapat diteken pada Mei 2024. Sebagai bagian dari perombakan aturan kesehatan global, negara-negara juga tengah merundingkan penyesuaian dalam Regulasi Kesehatan Internasional, sekumpulan aturan global untuk mencegah penyebaran penyakit menular. AS ingin memperkuat aturan-aturan itu untuk meningkatkan transparansi dan memberikan akses cepat kepada WHO ke pusat-pusat wabah, kata dua orang sumber yang mengikuti diskusi tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement