REPUBLIKA.CO.ID,BERLIN -- Guru berusia 40 tahun di kota Kaiserslautern, Jerman barat daya, Benedikt Richter telah lama menolak menerima vaksin Covid-19. Dia merasa tidak nyaman dengan kebaruan teknologi mRNA yang digunakan dalam program vaksinasi di negara itu.
Penolakan ini terjadi usai saudara iparnya dirawat di rumah sakit karena peradangan otot jantung sehari setelah menerima suntikan kedua. Meski dokter tidak mengaitkan masalah medis itu dengan efek samping vaksinasi, regulator telah mengakui kondisi seperti itu sebagai efek samping yang jarang dan sebagian besar ringan.
Tapi ketika Uni Eropa pada Desember menyetujui penggunaan vaksin Novavax Nuxavoxid yang menggunakan teknologi berbasis protein yang sudah lama ada, pria itu menjadi tertarik. "Saya telah melakukan penelitian saya dan saya memiliki perasaan yang sedikit lebih baik tentang hal itu," kata ayah dua anak ini.
Data yang digali oleh Reuters menunjukkan vaksin dua dosis yang direkomendasikan di Jerman sudah dapat meyakinkan lebih banyak orang yang belum divaksinasi. Vaksin ini akan diberikan sebagai suntikan dasar bagi orang berusia di atas 18 tahun, sedangkan booster tetap menggunakan vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna.
Beberapa negara bagian federal telah membuka daftar tunggu untuk menerima vaksinasi menggunakan Novavax. Di Rhineland-Palatinate tempat Richter tinggal, lebih dari 14.300 orang telah mendaftar. Sebuah pusat vaksinasi swasta Berlin mengatakan memiliki sekitar 3.000 orang yang terdaftar.
"Jumlahnya sangat besar. Kami sendiri kewalahan dengan banyaknya orang yang mendaftar," kata dokter di pusat vaksinasi Historic Factory di Berlin, Daniel Termann.
Juru bicara Kementerian Kesehatan, Jerman akan menerima hingga 34 juta dosis Nuvaxovid pada 2022 dan sekitar 4 juta dosis harus dikirimkan pada kuartal pertama. Namun, ada sekitar 20 juta orang yang tidak divaksinasi di Jerman.
Teknologi protein rekombinan di balik suntikan Novavax telah digunakan sejak pertengahan 1980-an. Sekarang teknologi itu menjadi alat standar untuk melawan hepatitis B, virus papiloma manusia di balik kanker serviks, dan bakteri yang menyebabkan meningitis.
Sebuah survei baru-baru ini oleh para peneliti di University of Erfurt dengan 1.000 peserta menemukan orang Jerman yang tidak divaksinasi lebih percaya pada vaksin tradisional daripada vaksin mRNA. Namun, kepercayaan peserta secara umum masih rendah.
Hampir dua pertiga dari yang tidak divaksinasi sepenuhnya menentang vaksinasi. Hasil itu menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil yang akan mempertimbangkan untuk mengambil suntikan Novavax.
"Kami tidak yakin bahwa itu akan menjadi pengubah permainan," kata rekan penulis studi Lars Korn.
Sumber: https://www.reuters.com/world/europe/germans-pin-hopes-novavax-moving-needle-among-anti-vaxxers-2022-02-13/