REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) kembali menegaskan pada Ahad (13/2/2022), Rusia dapat menginvasi Ukraina kapan saja dan mungkin membuat dalih mengejutkan untuk melakukan serangan. Namun, para pejabat AS mengatakan tidak dapat mengkonfirmasi laporan bahwa intelijen mengindikasikan bahwa Rusia berencana untuk menyerang pada Rabu (16/2/2022).
"Kami tidak dapat memprediksi hari dengan sempurna, tetapi kami sekarang telah mengatakan untuk beberapa waktu bahwa kami berada di jendela," kata Penasihat Keamanan Nasional Presiden Joe Biden, Jake Sullivan, kepada CNN.
Sullivan mengatakan Washington akan terus berbagi kondisi yang dipelajarinya. Washington dengan dunia menolak kesempatan Moskow melakukan operasi "bendera palsu" yang bisa menjadi dalih untuk melakukan serangan. Operasi tersebut merupakan istilah untuk perbuatan dengan maksud menyamarkan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab dan menjadikan pihak lain sebagai kambing hitam.
Rusia memiliki lebih dari 100.000 tentara yang berkumpul di dekat Ukraina. AS telah berulang kali mengatakan invasi sudah dekat dan Rusia menyangkal rencana semacam itu dan menuduh Barat histeris.
Kanselir Jerman Olaf Scholz dalam perjalanan ke Ukraina pada Senin (14/2/2022) dan sehari berikutnya ke Rusia. Dia menyerukan Rusia untuk mengurangi ketegangan dan memperingatkan sanksi jika Moskow benar-benar menyerang.
Dalam konsesi besar bagi Rusia, duta besar Ukraina untuk Inggris Vadym Prystaiko mengatakan kepada BBC, negara itu dapat membatalkan tawarannya untuk bergabung dengan NATO. Tindakan ini berguna menghindari perang.
Prystaiko mengatakan Ukraina bersedia menjadi fleksibel atas tujuannya untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). "Kami mungkin terutama diancam seperti itu, diperas oleh itu, dan didorong ke sana," kata Prystaiko ketika ditanya apakah Kiev dapat mengubah posisinya dalam keanggotaan NATO.