REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) Hong Kong yang bermarkas di Inggris, Hong Kong Watch, tidak bisa diakses melalui sejumlah jaringan di kota yang dikuasai China itu. Hong Kong Watch khawatir penyensoran internet di pusat keuangan dunia tersebut semakin ketat.
Chief Executive Officer Hong Kong Watch Benedict Rogers mengatakan ia khawatir masalah ini bagian penindakan keras yang diterapkan berdasarkan undang-undang keamanan nasional. Hukum itu memberi polisi wewenang meminta penyedia layanan "menghapus" informasi atau "memberi bantuan" pada kasus-kasus keamanan nasional.
Pada 2020, Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong. Sehingga pihak berwenang dapat menghukum pelaku yang diduga melakukan subversi, suksesi, kolusi dengan pasukan asing dan terorisme, penjara seumur hidup.
"Bila bukan karena kerusakan teknis, dan warga Hong Kong tidak bisa lagi mengakses situs kami karena undang-undang keamanan nasional, maka itu pukulan keras bagi kebebasan internet," kata Rogers dalam pernyataannya pada Senin (14/2/2022) malam waktu setempat.
Polisi Hong Kong belum menanggapi permintaan untuk komentar. Situs www.hongkongwatch.org kabarnya tidak bisa diakses dari Hong Kong tanpa menggunakan jaringan virtual privat (VPN). Penyedia layanan internet PCCW, HKBN dan China Mobile (HK) belum menanggapi permintaan komentar. Dalam pernyataannya Hong Kong Watch mengatakan situs mereka tidak bisa diakses dengan tiga jaringan tersebut.
Pasal 9 undang-undang Keamanan Nasional menyatakan pemerintah Hong Kong harus mengambil langkah yang diperlukan untuk memperkuat regulasi internet "hal-hal yang menyangkut keamanan nasional". Pasal itu juga menekan kebebasan berbicara "harus dilindungi berdasarkan hukum yang berlaku."
Tahun lalu situs peringatan pembantaian mahasiswa dan aktivis pro-demokrasi di Tiananmen Square tahun 1989 juga tidak dapat diakses dari Hong Kong. Situs itu juga tidak bisa diakses dari Hong Kong pada Selasa (15/2/2022) ini.
Dalam pernyataannya kepolisian Hong Kong mengatakan mereka tidak akan memberikan komentar mengenai kasus-kasus tertentu. Tapi mengatakan berdasarkan pasal 43 Undang-undang Keamanan Nasional mereka dapat meminta penyedia layanan mengambil "tindakan pelarangan" pada pesan-pesan elektronik yang diunggah di platform elektronik yang mungkin membahayakan keamanan nasional.
Saat itu, polisi tidak menyebutkan dengan spesifik konten apa yang menurut mereka berpotensi ilegal. Pemerintah pusat China membatasi dan menyensor media sosial dan situs berita di China Daratan.
Namun, Hong Kong yang dikelola dengan kerangka kerja "satu negara, dua sistem" harusnya mendapat kebebasan yang lebih besar. Kerangka Kerja yang dijamin saat Inggris menyerahkan kembali Hong Kong ke China pada 1997.
Menaker Ida: Iuran JKP Dibayar Pemerintah, Sudah Bayar Rp 6 Triliun
Pemerintah Naikkan Kapasitas WFO dan Tempat Wisata Jadi 50%
Kasus Covid-19 Omicron pada Anak di Kota Surabaya Didominasi Usia 5-17 Tahun