Rabu 16 Feb 2022 23:37 WIB

Demo Menentang Kekuasan Militer di Sudan Kembali Telan Korban  

Massa kembali turun ke jalan beberapa hari terakhir protes kudeta militer Sudan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nashih Nashrullah
Demonstrasi di Khartoum, Sudan untuk menentang kudeta militer (Ilustrasi). Massa kembali turun ke jalan beberapa hari terakhir protes kudeta militer Sudan
Foto: EPA/Mohammed Abu Obaid
Demonstrasi di Khartoum, Sudan untuk menentang kudeta militer (Ilustrasi). Massa kembali turun ke jalan beberapa hari terakhir protes kudeta militer Sudan

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM— Kelompok petugas medis independen mengatakan, bahwa pasukan keamanan Sudan telah membunuh seorang pengunjuk rasa dalam aksi unjuk rasa di ibu kota Sudan, Khartoum, Senin (14/2/2022) waktu setempat.

Beberapa pekan terakhir ribuan orang turun ke jalan untuk menolak kekuasaan militer dan menuntut pembebasan tahanan. 

Baca Juga

"Seorang pengunjuk rasa pria yang identitasnya belum diketahui, telah dibunuh oleh peluru di leher & dada, ditembakkan oleh pasukan keamanan saat berpartisipasi dalam demo anti-kudeta hari ini di kota Khartoum," kata Komite Pusat Dokter Sudan (CCSD) dalam sebuah pernyataan dikutip laman Aljazirah, Selasa (15/2/2022). 

Pasukan keamanan Sudan menembakkan gas air mata saat para pengunjuk rasa melakukan aksi protes menentang pengambilalihan militer 25 Oktober yang dipimpin oleh panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan. 

Demonstran di ibu kota Khartoum, dan kota Omdurman juga menuntut pembebasan beberapa tokoh politik dan aktivis pro-demokrasi yang ditangkap di tengah tindakan keras terhadap kelompok oposisi. 

Kematian pendemo terbaru ini menambah daftar pendemo sipil yang tewas dalam tindakan keras sejak kudeta menjadi setidaknya 80 jiwa melayang. Militer dan polisi mengatakan pihaknya mengizinkan protes damai. Namun anggota pasukan keamanan harus membela diri. 

Polisi mengatakan korban jiwa sedang diselidiki. Protes massa yang terbilang damai ini telah mengguncang negara Afrika timur laut yang bermasalah itu sejak kudeta. 

Perebutan kekuasaan menggagalkan kesepakatan pembagian kekuasaan antara tentara dan warga sipil yang dirundingkan setelah penggulingan pemimpin lama Omar al-Bashir pada 2019.

Meskipun internasional terus menekan, pihak berwenang telah menunjukkan sedikit kecenderungan untuk berkompromi sebab penangkapan para pemimpin sipil telah malah makin massive belakangan ini. 

Koresponden Aljazirah, Hiba Morgan melaporkan dari Omdurman, bahwa ratusan orang berkumpul untuk menyuarakan kecaman dan kemarahan mereka pada penguasa militer Sudan.

"Para pengunjuk rasa mengatakan mereka telah menuntut tidak ada negosiasi dengan militer, tidak ada kompromi, dan bahwa militer harus kembali ke barak," kata Morgan. 

Di Omdurman, pengunjuk rasa telah merencanakan untuk berbaris ke majelis legislatif untuk menunjukkan kepada militer bahwa mereka menginginkan pemerintahan sipil. Protes juga terjadi di kota timur Port Sudan dan di wilayah barat Darfur, menurut saksi mata. 

Di Khartoum, pengunjuk rasa membawa bendera Sudan dan balon merah serta spanduk bertuliskan: "Hari ini adalah hari cinta bangsa karena aksi tersebut bertepatan dengan Hari Valentine".

 

 

Sumber: aljazeera 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement