Tanggal 14 Januari tahun 2021 lalu, Indonesia resmi memulai program inokulasi nasional, dimulai dari Presiden Joko Widodo. Kini setahun kemudian, apakah target vaksinasi sudah tercapai?
Pemberian vaksin tahun lalu dimulai secara bertahap mulai dari tenaga kesehatan, pelayan publik dan mereka yang bekerja di sektor esensial, serta kelompok lanjut usia sebelum pada Mei 2021 diberikan kepada masyarakat umum.
Awalnya, target vaksinasi di Indonesia adalah 70 persen dari 270 juta total populasi, atau sekitar 181,5 juta orang demi mencapai ‘herd immunity’ atau kekebalan kelompok.
Laju vaksinasi di awal program inokulasi sempat berjalan lambat dan menjadi sorotan setelah hitungan kalkulator Bloomberg dan John Hopkins yang dimuat media The Straits Times mengatakan perlu 10 tahun lebih bagi Indonesia untuk selesai memvaksinasi 70 persen dari total populasi.
Prediksi tersebut langsung ditampik saat itu oleh juru bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi, yang mengatakan seluruh masyarakat diperkirakan akan selesai tervaksinasi dalam waktu 12 bulan.
Target vaksinasi 208 juta orang selesai 'sekitar Januari atau Februari 2022'
Namun, sejak Juli 2021 pemerintah menaikkan jumlah target minimal masyarakat Indonesia yang harus divaksinasi dari semula 181,5 juta menjadi 208,2 juta orang.
Ini karena perluasan cakupan vaksinasi, yang meliputi kelompok usia 12-17 tahun dan ibu hamil.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memperkirakan target vaksinasi dua dosis untuk 208 juta orang bisa tercapai pada Februari 2022.
"
"Perkiraan kami di akhir tahun bisa dicapai angka sekitar 300 jutaan sehingga angka 400 jutaan [dosis] setelah ditambah target anak 12-17 tahun, kita bisa selesaikan sekitar Januari atau Februari 2022."
"
"[Itu berarti] satu tahun sesudah kita melaksanakan [program vaksinasi] 13 Januari 2021 ini," kata Menkes Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada 25 Agustus 2021.
Februari 2022, vaksinasi lengkap baru capai 66 persen
Kini lebih dari satu tahun setelah program vaksinasi dimulai, data yang dilansir Kementerian Kesehatan per tanggal 15 Februari 2022 di laman vaksin.kemkes.go.id menunjukkan bahwa baru 65,86 persen penduduk dari total target yang sudah menerima dua dosis vaksinasi penuh atau sejumlah 137.159.005 orang.
Bahkan tingkat vaksinasi lengkap kelompok lanjut usia yang masuk dalam kelompok prioritas penerima vaksin sejak pertama kali program ini dimulai baru mencapai 50,79 persen.
DKI Jakarta menjadi provinsi dengan tingkat vaksinasi tertinggi, sementara tiga provinsi dengan tingkat vaksinasi terendah adalah Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, tingkat vaksinasi Indonesia juga tidak bisa dibilang tinggi jika dilihat dari angka vaksinasi lengkap.
Meski sedikit meleset dari target yang pernah disampaikan Menteri Kesehatan tahun lalu, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan program vaksinasi di Indonesia "sudah on the track."
"Tapi memang ada daerah-daerah yang sulit yang masih menjadi tantangan, kendala geografis, hoaks, dan disinformasi, juga masih ditemukan penolakan [dari masyarakat] karena alasan agama yang juga menjadi salah satu tantangan," tutur dr Siti Nadia Tarmizi kepada jurnalis ABC Indonesia Hellena Souisa.
Dokter Siti Nadia mengatakan untuk menggenjot angka vaksinasi, Kemenkes mendorong pemerintah daerah untuk mencari inovasi-inovasi.
"
"Kita tahu ada beberapa hal yang sudah dilakukan, misalnya vaksinasi secara keliling, vaksinasi dengan cara mendatangi door-to-door, ini cara-cara yang kita lakukan juga. Stok vaksin sendiri, aman. Banyak sekali."
"
Ia menambahkan, fokus pemerintah saat ini adalah mengejar vaksinasi pada lansia yang masih rendah dan vaksinasi dosis kedua.
"Selisih antara dosis pertama dan dosis kedua cukup besar ya, ada 55 juta. Jadi banyak juga masyarakat yang sudah waktunya mendapat dosis kedua, bahkan mungkin ada yang lebih dari enam bulan, yang belum mendapatkannya."
"
"Kita menargetkan pada akhir Maret 208 juta orang sudah mendapatkan dosis vaksinasi secara lengkap," kata dr Siti Nadia Tarmizi.
"
Untuk mencapai target ini, koordinator data Kawal COVID-19 Ronald Bessie menyarankan agar pemerintah bekerja sama dengan lembaga keagamaan untuk edukasi vaksin.
"Juga membuat strategi yang menjadikan vaksinasi syarat administrasi pemerintahan seperti mengurus SIM, bansos, masuk sekolah, masuk ke fasilitas-fasilitas umum, dan itu banar-benar dicek barcode-nya," kata Ronald.
'Omicron bukan varian yang terakhir'
Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University di Australia, dr Dicky Budiman mengatakan Indonesia harus waspada.
"Dengan angka vaksinasi sekarang, kalau disebut rawan, ya rawan, [tapi] kalau disebut punya modal, ya kita ada modal. Jauh sudah ada modal dibanding waktu Delta," tuturnya kepada ABC Indonesia.
"Idealnya kalau kita bicara Omicron ya sebenarnya tiga dosis pada 90 persen populasi yang sudah eligible divaksinasi, itu yang ideal," tutur dr Dicky kepada ABC Indonesia.
Jumlah kasus harian Indonesia pada 16 Februari 2022 menembus angka 64.000, menjadikannya rekor tertinggi sepanjang pandemi, termasuk saat puncak Delta pada Juli tahun lalu yang hanya mencatat 56.000 kasus.
Dokter Dicky, mengingatkan bahwa "Omicron ini bukanlah varian terakhir dan ini bukan gelombang terakhir."
"[Sepengamatan saya] pola antargelombang akan terjadi paling cepat 4 sampai 6 bulan."
"
"Kecenderungannya ke depan dengan semakin membaiknya vaksinasi, gelombang ini makin mengecil dan makin ke pinggiran yang cakupan vaksinasinya lemah."
"
Bagaimana dengan klaim superimunitas?
Januari lalu, sebuah studi mengungkap 86,6 persen populasi Indonesia disebut telah memiliki titer antibodi SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, sehingga super immunity diduga telah terbentuk di Indonesia.
Dugaan tersebut didapatkan dari hasil survei serologi, atau survei dengan cara memeriksa sampel darah responden, di 100 kabupaten atau kota sepanjang bulan November sampai Desember 2021.
Atas temuan survey serologi ini, dr Dicky Budiman mengingatkan agar masyarakat tidak salah memahaminya, seakan-akan 86,6 persen penduduk sudah kebal.
"
"Anggapan [kebal] itu tidak tepat. Sero survey pada prinsipnya hanya memperlihatkan kondisi saat itu, sementara kita harus melihat karakter penyakitnya juga."
"
Ia menambahkan, kekebalan yang terbentuk terhadap SARS COV-2 berbeda dengan cacar yang kekebalannya berlaku seumur hidup.
"Imunogenicity dari COVID-19 yang disebabkan SARS COV-2 ini tidak bertahan lama."
"
"Imunitas, baik yang diperoleh dari vaksinasi, maupun dari terinfeksi, atau dari terinfeksi kemudian divaksinasi dan sebaliknya, semuanya itu akan menurun dengan range waktu yang berbeda-beda. Ada yang satu tahun lebih tapi ada juga bahkan yang hanya beberapa bulan."
"
Selain vaksinasi, dr Dicky meminta semua lini mempraktikkan adaptasi kebiasaan baru dari hulu ke hilir, seperti pemakaian masker atau penyesuaian ventilasi dan sirkulasi di gedung-gedung perkantoran.
Ia juga mengingatkan untuk terus melakukan 3T dan 5M.