REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia pada Kamis (17/2/2022) mengatakan situasi di perbatasan Ukraina stabil, meski ada peningkatan ketegangan di jalur kontak di Donbas.
Pada briefing harian di Moskow, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa bertentangan dengan peringatan Barat, penilaian angkatan bersenjata Ukraina sama dengan Rusia, bahwa tidak ada penumpukan militer yang luar biasa di perbatasan. Negara-negara Barat menuduh Rusia mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di dekat Ukraina, memicu kekhawatiran bahwa Kremlin dapat merencanakan serangan militer terhadap bekas tetangga Sovietnya.
Menyangkal bahwa sedang bersiap untuk menyerang, Rusia menuduh negara-negara Barat merusak keamanannya melalui ekspansi NATO ke perbatasannya. Peskov memperingatkan bahwa situasi bisa tidak terkendali di jalur kontak antara pasukan Ukraina dan separatis pro-Rusia di wilayah timur Donbas, yang dipicu oleh laporan media Barat.
“Kami memantau dengan penuh perhatian. Kami akan melihat bagaimana situasi (di Ukraina) berkembang.”
"Kami telah berulang kali memperingatkan bahwa konsentrasi berlebihan angkatan bersenjata Ukraina di dekat garis demarkasi, bersama dengan kemungkinan provokasi, dapat mewakili bahaya yang mengerikan," kata Peskov.
Mengutip laporan "mengkhawatirkan" tentang baku tembak antara kedua pihak, jubir Kremlin mendesak otoritas Barat dan NATO untuk menggunakan pengaruh mereka guna menghentikan Kyiv dari eskalasi lebih lanjut.
"Tidak seorang pun, tidak ada perwakilan Barat yang berbicara tentang potensi serangan besar angkatan bersenjata Ukraina di garis demarkasi. Dan bersama dengan tindakan provokatif, yang telah menguat selama satu atau beberapa hari terakhir, ini adalah situasi yang sangat, sangat berbahaya," kata dia.
Peskov juga menuduh "banyak negara Barat, termasuk NATO" memimpin "agresi informasi terbuka" terhadap Rusia melalui laporan bahwa Moskow berencana untuk menyerang Ukraina, meskipun telah mengembalikan beberapa pasukannya ke area penempatan permanen mereka dari latihan militer di dekat perbatasan.
Contoh lain dari agresi semacam itu adalah klaim "palsu" bahwa Rusia mungkin menyerang Ukraina setelah 20 Februari. Di tengah ketegangan baru-baru ini, Rusia telah mengeluarkan daftar tuntutan keamanan ke Barat, termasuk mundurnya pengerahan pasukan dari beberapa negara bekas Soviet, dan jaminan bahwa beberapa negara tersebut tidak akan bergabung dengan NATO.
Dalam tanggapan tertulis atas tuntutan tersebut, Washington mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menegakkan "kebijakan pintu terbuka" NATO, sementara NATO juga menyampaikan jawaban aliansi itu sendiri "secara paralel dengan Amerika Serikat."
Baca:
Lowongan Masinis Perempuan Kereta Api Arab Saudi Diserbu 28 Ribu Pelamar
DPR Berharap Besar kepada Anggota KPU-Bawaslu untuk Pemilu 2024
Minyak Goreng Curah Murah Sulit Ditemui di Surabaya