Sabtu 19 Feb 2022 07:08 WIB

Populasi Burung Nasional AS Terpapar Timbal Beracun

Kondisi burung nasional AS, elang botak memprihatinkan karena terpapar timbal

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Seekor elang botak (Haliaeetus leucocephalus) terbang saat pertunjukan burung di Deutsche Greifenwarte di Hassmersheim, Jerman, 15 September 2020.
Foto: EPA-EFE/RONALD WITTEK
Seekor elang botak (Haliaeetus leucocephalus) terbang saat pertunjukan burung di Deutsche Greifenwarte di Hassmersheim, Jerman, 15 September 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Burung nasional Amerika Serikat (AS), elang botak, berada dalam kondisi memprihatinkan. Hampir setengah dari populasi elang botak yang diuji di seluruh AS menunjukkan tanda-tanda paparan timbal kronis.

Menurut penelitian yang dirilis dalam jurnal Science, tingkat berbahaya timbal beracun ditemukan di tulang 46 persen sampel yang diambil di 38 negara bagian. Padahal populasi elang botak telah pulih dari ambang kepunahan sejak AS melarang pestisida DDT pada 1972.

Elang botak adalah salah satu kisah sukses konservasi paling terkenal di Amerika, dan burung-burung itu dikeluarkan dari Daftar Spesies Terancam Punah AS pada 2007.Namun para ilmuwan mengatakan bahwa kadar timbal yang tinggi masih menjadi perhatian.

Tingkat paparan timbal yang serupa ditemukan pada elang emas. Menurut para ilmuwan, burung raptor itu kemungkinan memakan bangkai atau mangsa yang terkontaminasi timbal dari amunisi atau alat pancing.

Darah, tulang, bulu, dan jaringan hati dari 1.210 elang yang diambil sampelnya dari 2010 hingga 2018 diperiksa untuk menilai paparan timbal kronis dan akut. "Ini adalah pertama kalinya untuk spesies satwa liar mana pun kami dapat mengevaluasi paparan timbal dan konsekuensi tingkat populasi pada skala kontinental,” kata rekan penulis studi Todd Katzner.

"Sungguh menakjubkan bahwa hampir 50 persen dari mereka berulang kali terpapar timbal," kata ahli biologi satwa liar di Survei Geologi AS di Boise, Idaho.

Timbal adalah racun saraf yang bahkan dalam dosis rendah merusak keseimbangan dan stamina elang, mengurangi kemampuannya untuk terbang, berburu, dan bereproduksi. Dalam dosis tinggi, timbal menyebabkan kejang, kesulitan bernapas dan kematian.

Studi tersebut memperkirakan bahwa paparan timbal mengurangi pertumbuhan populasi tahunan elang botak sebesar 4 persen dan elang emas sebesar 1 persen. Di samping menekan pertumbuhan populasi elang, paparan timbal mengurangi ketahanan mereka dalam menghadapi tantangan di masa depan, seperti perubahan iklim atau penyakit menular.

"Ketika kita berbicara tentang pemulihan, itu bukan akhir dari cerita, masih ada ancaman terhadap elang botak," kata ahli ekologi penyakit satwa liar di Fakultas Kedokteran Hewan Cornell University, Krysten Schuler, dan tidak terlibat dalam penelitian.

Studi sebelumnya telah menunjukkan paparan timbal yang tinggi di wilayah tertentu, tetapi tidak di seluruh negeri. Sampel darah dari elang hidup dalam studi baru diambil dari burung yang terperangkap.

Elang yang terperangkap ini kemudian dipelajari untuk alasan lain. Sampel pun diambil dari bagian tulang, bulu, dan hati berasal dari elang yang terbunuh karena tabrakan dengan kendaraan atau kabel listrik, atau kemalangan lainnya.

"Timbal hadir di lanskap dan tersedia untuk burung-burung ini lebih dari yang kita duga sebelumnya. Sebuah fragmen timah seukuran ujung peniti cukup besar untuk menyebabkan kematian pada elang," kata rekan penulis dan ahli biologi satwa liar penelitian di Conservation Science Global Vince Slabe.

Para peneliti juga menemukan peningkatan tingkat paparan timbal di musim gugur dan musim dingin, bertepatan dengan musim berburu di banyak negara bagian. Selama bulan-bulan ini, elang mengais bangkai dan tumpukan usus yang ditinggalkan oleh pemburu, yang sering dipenuhi dengan pecahan timah atau pecahan peluru.

Slabe mengatakan hasil penelitian itu bukan untuk menyinggung pemburu. "Pemburu adalah salah satu kelompok konservasi terbaik di negara ini,” katanya mencatat bahwa biaya dan pajak yang dibayarkan oleh pemburu membantu mendanai agen satwa liar negara bagian.

Tapi, Slabe berharap temuan ini memberikan kesempatan untuk berbicara dengan pemburu tentang masalah tersebut dengan cara yang jelas. Dia berharap lebih banyak pemburu akan secara sukarela beralih ke amunisi non-timbal seperti peluru tembaga.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement