REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Program Pangan Dunia PBB (WFP) mengkhawatirkan krisis pangan yang memburuk di seluruh wilayah Sahel, Afrika. Lebih dari 10,5 juta penduduk menghadapi krisis pangan dan mata pencaharian yang akut yang dipicu oleh konflik, pandemi Covid, dan perubahan iklim.
"Jumlah orang di ambang kelaparan telah meningkat hampir sepuluh kali lipat selama tiga tahun terakhir," kata juru bicara WFP Jenewa Tomson Phiri seperti dikutip laman Anadolu Agency, Sabtu (29/2/2022).
Dia mengatakan, lebih dari 10,5 juta orang menghadapi tingkat krisis kelaparan, termasuk 1,1 juta dalam keadaan darurat. Mereka tercatat di lima negara wilayah Sahel yakni Burkina Faso, Chad, Mali, Mauritania, dan Niger di bagian utara Afrika.
Angka PBB ini adalah peningkatan lebih dari 60 persen sejak 2019, naik dari 3,6 juta. "Wilayah ini menghadapi krisis pangan yang memburuk dan kompleks ketika konflik, C0vid-19, iklim, dan kenaikan biaya bertabrakan untuk menempatkan makanan pokok di luar jangkauan jutaan orang,” kata Phiri.
"Mereka telah diusir dari rumah mereka oleh kelompok-kelompok ekstremis, kelaparan karena kekeringan, dan jatuh ke dalam keputusasaan oleh efek riak ekonomi Covid-19," imbuhnya.
Pengungsian juga meningkat hampir 400 persen. Sekurangnya 2,6 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena penyebaran konflik.
Phiri mengatakan, harga pangan telah meningkat hingga 30 persen untuk bahan pokok, dan kemiskinan telah meningkat 3 persen selama pandemi. Sementara kebutuhan sangat tinggi, sumber daya untuk mendukung yang rentan berada di titik terendah, memaksa WFP ke posisi yang sulit karena harus memakai pendekatan dari yang lapar untuk memberi makan yang kelaparan.
Dia mengatakan WFP membutuhkan 470 juta dolar AS untuk enam bulan ke depan guna melanjutkan operasi di Sahel. Wilayah tersebut meskipun menghadapi tantangan keamanan, WFP telah bekerja dengan mitra kemanusiaan untuk mempertahankan dukungan penyelamatan jiwa yang mencapai 9,3 juta orang di lima negara pada 2021.