REPUBLIKA.CO.ID, KYIV -- Militer Ukraina mencatat 12 pelanggaran gencatan senjata oleh separatis pro-Rusia di Ukraina timur, Sabtu pagi (19/2/2022). Kelompok separatis telah melakukan penembakan ke lebih dari 20 permukiman dengan menggunakan artileri berat.
Penembakan ini telah dilarang dalam kesepakatan damai 2015 yang ditengahi Jerman dan Prancis. Kesepakatan itu secara luas dikenal sebagai Perjanjian Minsk.
Perjanjian Minsk berhasil menghentikan permusuhan skala besar, tetapi gagal membawa penyelesaian politik atas konflik tersebut. Kremlin bersikeras kesepakatan Minsk adalah satu-satunya cara menyelesaikan konflik. Kremlin telah berulang kali menuduh Ukraina menyabotase implementasi kesepakatan tersebut.
Pekan ini, insiden penembakan antara pasukan pemerintah Ukraina dan separatis meningkat tajam. Pemerintah Ukraina menyebut penembakan itu sebagai provokasi.
Para pemimpin separatis yang didukung Rusia di Ukraina timur mengumumkan mobilisasi militer penuh pada Sabtu (19/2) pagi waktu setempat. Ini dilakukan sehari usai Donetsk dan Luhansk memerintahkan perempuan dan anak-anak mengungsi ke Rusia karena ancaman konflik.
Kepala Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin mengatakan dalam pernyataan video, bahwa dia telah menandatangani dekrit tentang mobilisasi militer. Dia juga meminta orang-orang yang mampu memegang senjata untuk datang ke komisariat militer.
Sementara itu para pemimpin separatis lainnya, Leonid Pasechnik menandatangani dekrit serupa untuk Republik Rakyat Luhansk tak lama setelah itu. Pihak berwenang separatis pada Jumat (18/2) mengumumkan rencana untuk mengevakuasi sekitar 700 ribu orang.
Hal itu mengutip kekhawatiran terhadap serangan yang akan segera terjadi oleh pasukan Ukraina. Namun tuduhan itu dibantah dengan tegas oleh Kyiv.
"Kurang dari 7.000 orang telah dievakuasi dari Donetsk pada Sabtu pagi," kata kementerian darurat setempat.