Perusahaan farmasi Jerman BioNTech minggu ini memperkenalkan apa yang disebutnya "scalable vaccine production" dengan inovasi baru yang disebut "BioNTainers". Ini adalah unit bergerak yang dikembangkan oleh perusahaan dan dirancang untuk memproduksi dan meningkatkan pasokan vaksin di Afrika.
Dua belas unit mini laboratorium ini terdiri dari dua modul, satu untuk produksi mRNA dan yang lainnya untuk produksi serum vaksin. Pengisian vial akan dilakukan oleh mitra-mitra farmasi lokal.
BioNTech saat ini sedang mencaricara untuk mengirimkan fasilitas ke itu Rwanda, Senegal dan mungkin Afrika Selatan dalam kerja sama dengan Uni Afrika (AU).
Koresponden DW Christine Mhundwa yang berada di Marburg untuk peresmian fasilitas seluler BioNTech mengatakan, ini adalah langkah signifikan dalam upaya mendorong Afrika memproduksi lebih banyak obat-obatan.
"Presiden Ghana, Senegal dan Rwanda secara langsung mengunjungi fasilitas BioNTech di kota Marburg, dan mereka mengatakan senang dengan apa yang mereka lihat," kata Christine Mhundwa.
Vaksin mRNA buatan Afrika
Presiden Rwanda Paul Kagame mengatakan, negaranya menyambut baik inisiatif tersebut. "Sistem produksi modular inovatif BioNTech akan membuka cakrawala baru untuk ekuitas vaksin global. Rwanda berharap dapat memulai pembuatan vaksin mRNA dalam waktu dekat, bekerja sama dengan BioNTech dan mitra kami di Afrika dan Eropa."
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga memberikan dukungan penuh kepada proyek tersebut. "Vaksin mRNA yang dibuat di Afrika, untuk Afrika, dengan teknologi kelas dunia. Inisiatif ini adalah pelopor nyata dalam perjuangan global melawan pandemi," kata Ursula von der Leyen.
Saat ini, kurang dari 12 persen warga Afrika yang sudah mendapat vaksinasi lengkap. "BioNTainer" pertama diharapkan tiba pada paruh kedua tahun 2022.
WHO: Tingkatkan kapasitas lokal
Organisasi Kesehatan Dunia WHO mengatakan hari Jumat, enam negara Afrika - Mesir, Kenya, Nigeria, Senegal, Afrika Selatan dan Tunisia - akan menjadi yang pertama di benua itu untuk menerima teknologi yang dibutuhkan untuk memproduksi vaksin mRNA.
Pada Juni tahun lalu, WHO memilih konsorsium perusahaan Afrika Selatan untuk menjalankan hub mRNA global. Afrigen Biologics kemudian menggunakan vaksin Moderna yang tersedia untuk umum untuk memproduksi versinya sendiri. Izin pertama untuk vaksin yang dibuat oleh Afrigen kemungkinan baru akan ada tahun 2024, kata WHO.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pandemi telah menunjukkan lebih dari peristiwa lain, bagaimana ketergantungan suatu kawasan pada beberapa perusahaan saja untuk memasok barang publik bisa berbahaya dan menyebabkan krisis.
"Dalam jangka menengah hingga panjang, cara terbaik untuk mengatasi kedaruratan kesehatan dan mencapai cakupan kesehatan menyeluruh adalah dengan meningkatkan kapasitas semua daerah secara signifikan untuk memproduksi produk kesehatan yang mereka butuhkan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
hp/ (rtr, afp, ap)