REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi memimpin pertemuan Foreign Ministers' Meeting of The Bali Process Steering Group (SGMM) yang diselenggarakan di Paris, Prancis, Senin (21/2/2022) waktu setempat. Pertemuan ini membahas berbagai isu kawasan soal migran hingga perdagangan manusia.
"Tugas utama kita adalah meningkatkan peran Bali Process melalui langkah-langkah baru dan konkret dalam penanganan berbagai macam kasus migrasi di kawasan, yang bersifat unik dan kompleks di tengah kondisi pandemi dan semakin meningkatnya tantangan stabilitas kawasan," tegas Retno pada pertemuan tersebut dalam keterangan resmi Kementerian Luar Negeri RI, Selasa (22/2/2022).
Selain itu, pertemuan tersebut membahas perlunya revitalisasi dan reinvigorasi Bali Process, rencana peringatan 20 tahun terbentuknya Bali Process, dan rencana penyelenggaraan Bali Process Ministerial Conference (BPMC) ke-8 di Bali pada akhir tahun 2022. Keduanya diharapkan semakin memperkuat upaya Bali Process dalam penanggulangan penyelundupan manusia, perdagangan orang, dan kejahatan lintas negara terkait lainnya.
Retno sebagai ketua pertemuan juga menyerukan bagi penguatan kerja sama dalam mekanisme Bali Process untuk penanganan isu migrasi ireguler secara bersama-sama dan proporsional di kawasan, termasuk dalam kondisi pandemi Covid-19 yang semakin menambah tantangan bagi penanganan migran ireguler. Menurut Retno, pandemi telah meningkatkan resiko penyelundupan dan perdagangan manusia utamanya eksploitasi terhadap wanita dan anak-anak.
"Penanganan migran ireguler harus terus diupayakan serta memenuhi kondisi kepulangan para migran ireguler yang sukarela, aman, bermartabat dan berkelanjutan," ujar Retno.
Dia juga menegaskan kembali pentingnya keterlibatan sektor usaha dalam membantu memastikan transparansi rantai pasokan, rekrutmen yang etis, dan tersedianya ganti rugi bagi pekerja. Ini ditekankan terutama mengingat dampak Covid-19 pada pekerja migran.
"Ke depannya, Bali Process harus menjadi mekanisme regional yang adaptif dan responsif dalam menghadapi tantangan migrasi ireguler di Kawasan," tutur Retno.
"Untuk itu diperlukan peningkatan kapasitas, confidence building dan koordinasi yang lebih erat antara berbagai mekanisme di Bali Process," ujarnya menambahkan.
Pertemuan tersebut turut dihadiri Menlu Australia selaku co-chair, Menlu negara anggota Steering Group Bali Process lainnya, yakni Thailand dan Selandia Baru, serta pejabat tinggi dari UNHCR dan IOM. Pertemuan pada tingkat Menteri tersebut dipimpin bersama oleh Menlu Retno dan Menlu Australia Marisa Payne.
Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime (Bali Process) merupakan satu-satunya proses konsultasi isu regional tentang migrasi yang tidak biasa di kawasan. Bali Process telah berkontribusi selama 20 tahun sejak dibentuk, tidak hanya dalam hal dialog isu migrasi ireguler, namun juga dalam mengembangkan panduan dan kapasitas kawasan.
Bali Process didirikan oleh Indonesia dan Australia pada 2002 yang sekaligus menjadi Ketua Bersama, serta beranggotakan 45 negara dan entitas, serta 4 organisasi internasional (UNHCR, IOM, UNODC, dan ILO). Pertemuan SGMM dilakukan di Paris untuk mengoptimalkan kehadiran semua Menlu negara anggota Steering Group pada Indo-Pacific Ministerial Forum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Perancis.