REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan deeskalasi di wilayah timur Ukraina. Dia turut menyoroti langkah Rusia mengerahkan pasukan ke dua wilayah di timur Ukraina yang telah diakui kemerdekaannya, yakni Luhansk dan Donetsk.
“Kita perlu menahan diri dan rasional. Kita membutuhkan deeskalasi sekarang,” kata Guterres, Selasa (22/2), dikutip laman United Nations News. Dia memperingatkan para pihak terkait untuk tidak mengambil tindakan atau mengeluarkan pernyataan yang dapat membuat situasi semakin berisiko dan berbahaya.
Dia menegaskan, langkah Rusia mengakui kemerdekaan Luhansk dan Donetsk adalah pelanggaran terhadap integritas teritorial serta kedaulatan Ukraina. Guterres menilai, keputusan Rusia bertentangan dengan prinip-prinsip Piagam PBB dan Deklarasi Hubungan Persahabatan Majelis Umum PBB.
Di sisi lain, pengakuan kemerdekaan Luhansk dan Donetsk juga merupakan pukulan keras bagi Perjanjian Minks yang didukung Dewan Keamanan PBB. Perjanjian yang melibatkan Rusia, Ukraina, Jerman, dan Prancis itu mengatur tentang gencatan senjata di wilayah timur Ukraina.
Guterres secara tersirat turut menyinggung tentang langkah Rusia mengirim apa yang disebutkan sebagai “pasukan perdamaian” ke Luhansk dan Donetsk. Ia mengingatkan, ketika pasukan suatu negara memasuki negara lain tanpa persetujuannya, mereka bukan pasukan perdamaian yang netral. “Mereka sama sekali bukan penjaga perdamaian,” ujar Guterres.
Dia pun menegaskan, sejalan dengan resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum, PBB berdiri sepenuhnya di belakang kedaulatan, kemerdekaan politik, dan integritas wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara internasional. Kendati demikian, Guterres tetap mendukung para pihak yang bertikai untuk berdialog.
“Sudah saatnya untuk kembali ke jalur dialog dan negosiasi. Kita harus bersatu dan menghadapi tantangan ini bersama untuk perdamaian serta untuk menyelamatkan rakyat Ukraina dan sekitarnya dari bencana perang. Saya berkomitmen penuh untuk semua upaya untuk menyelesaikan krisis ini tanpa pertumpahan darah lebih lanjut,” ujar Guterres.