REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menyetujui rencana untuk membuat perjanjian polusi plastik global pertama di dunia pada Rabu (2/3/2022). Rencana ini akan menggambarkannya sebagai kesepakatan hijau paling signifikan sejak perjanjian iklim Paris 2015.
Negara-negara anggota telah mengadakan pembicaraan selama lebih dari seminggu di Nairobi. Mereka melakukan pembahasan untuk menyetujui garis besar pakta untuk mengendalikan melonjaknya polusi plastik, krisis lingkungan yang meluas dari palung laut ke puncak gunung.
Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB Inger Andersen menyatakan, para pejabat pemerintah akan menyetujui resolusi yang menjabarkan persyaratan luas untuk sebuah perjanjian yang harus diselesaikan pada akhir 2024. "Ini adalah momen bersejarah," kata Andersen kepada delegasi di Nairobi, memperingatkan bahwa keberhasilan kesepakatan apa pun akan tergantung pada persyaratan akhir yang masih harus dinegosiasikan.
"Saat kita memulai perjalanan ini, mari kita perjelas bahwa perjanjian hanya akan benar-benar diperhitungkan jika memiliki ketentuan yang jelas dan mengikat secara hukum," kata Andersen.
Setiap perjanjian yang membatasi produksi, penggunaan, atau desain plastik akan berdampak pada perusahaan minyak dan kimia yang membuat plastik mentah. Di samping itu, raksasa barang konsumen yang menjual ribuan produk dalam kemasan sekali pakai.
Laporan Reuters sebelumnya menyatakan rancangan resolusi menyatakan bahwa perjanjian plastik akan mengikat secara hukum. Perjanjian ini membahas siklus hidup penuh plastik yang dapat mencakup produksi dan desain kemasan, serta limbah.
Tapi, persyaratan dalam rancangan resolusi itu luas dan komite perunding antar pemerintah PBB sekarang harus bersaing dengan negara-negara dan kepentingan bisnis yang akan menafsirkan kata-kata itu untuk keuntungan mereka. Duta Besar Swiss untuk Lingkungan Franz Perrez mengisyaratkan perpecahan antar negara selama sekitar 90 jam negosiasi larut malam selama seminggu terakhir.
"Ini adalah pembagian antara mereka yang ambisius dan ingin menemukan solusi dan mereka yang tidak ingin menemukan solusi karena alasan apa pun," katanya dalam konferensi pers di Nairobi pada Selasa (1/3/2022).
"Kita harus mengatasi bersama kekhawatiran mereka yang belum siap untuk membuat langkah ambisius yang ingin kita buat bersama," ujarnya.