REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pengungsi Ukraina yang tiba di stasiun kereta api Berlin disambut warga Jerman di peron dengan lambaian tanda selamat datang. Momen ini telah membangkitkan ingatan tentang gelombang besar kedatangan pencari suaka, mayoritas dari Timur Tengah, pada 2015.
Pelajaran yang dipetik dalam menerima lebih dari satu juta pengungsi pada tujuh tahun lalu telah membantu Jerman lebih siap untuk menerima pengungsi Ukraina. Sejauh ini, sekitar 20 ribu orang Ukraina telah tiba di Jerman, di antara lebih dari satu juta warga yang diperkirakan PBB telah melarikan diri pada pekan pertama invasi Rusia.
"Anggota dan relawan dari 2015 kebanyakan masih ada, mereka hanya beristirahat sebentar dan sudah aktif lagi sekarang," ujar pendiri Berlin Hilft, Christian Lueder, kelompok yang dibentuk untuk memberikan bantuan bagi para pengungsi pada 2015.
Senat kota Berlin telah membentuk tim krisis pusat untuk mengoordinasikan penerimaan dan menjadi tuan rumah bagi para pengungsi di sekitar kota. Dua pusat penerimaan utama didirikan untuk telah menyediakan akomodasi di hotel, hostel dan, apartemen pribadi.
"Sekarang, ada satu bagian baru yang tanggung jawab. Ini tidak terjadi pada 2015 dan 2016. Kami hampir tidak menduganya," kata anggota dewan distrik untuk lingkungan Neukoelln Berlin, Falko Liecke.
Menurut Liecke, Berlin juga sedang mempersiapkan gedung-gedung publik untuk menampung para pengungsi. Bandara Tempelhof dan Tegel akan ditutup agar aulanya dapat menjadi tempat penampungan dalam skenario terburuk.
"Sungguh tidak dapat dipercaya betapa cepatnya tempat-tempat tua dan besar telah diaktifkan kembali," kata Katharina Voss dari badan amal Protestan Diakonie.
Keputusan Uni Eropa untuk membuat mekanisme perlindungan sementara dan memberikan izin tinggal sementara kepada warga Ukraina telah meringankan beban birokrasi Jerman. Artinya, warga Ukraina tidak perlu melalui proses suaka yang panjang dan rumit, yang sangat menghambat pihak berwenang dalam membantu pengungsi pada tujuh tahun lalu.