Ahad 06 Mar 2022 05:00 WIB

Menlu AS: Ukraina Bisa Memenangkan Perang Lawan Rusia

Rusia dinilai tidak bisa menundukkan kemauan dari 45 juta warga Ukraina.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri Antony Blinken.
Foto: AP/Carolyn Kaster/AP Pool
Menteri Luar Negeri Antony Blinken.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yakin rakyat Ukraina bisa memenangkan perang dengan Rusia. Hal ini disampaikan kepada BBC, Sabtu (5/3/2022).

Meskipun demikian, Antony tidak bisa mengatakan berapa lama konflik ini akan berlangsung. Mr Antony Blinken memuji ketahanan yang luar biasa dari orang-orang Ukraina. "Jika niat dari Moskow untuk mencoba menggulingkan pemerintah dan mendirikan rezim bonekanya sendiri, 45 juta warga Ukraina akan menolak dengan satu atau lain cara," katanya.

Baca Juga

Menurut Blinken, hingga kini perang belum berakhir seperti yang presiden rusia Vladimir Putin rencanakan. Perlawanan keras oleh pasukan Ukraina terus menghambat kemajuan rusia di seluruh negeri pada hari kesembilan invasi. Di sisi lain, Blinken juga sadar, kekalahan dalam pertempuran fisik melawan Rusia, akan sulit dihindari.

Di selatan, pasukan Rusia merebut daerah-daerah di sepanjang pesisir laut hitam, dan kota pelabuhan Mariupol tetap dikepung. Namun, Gubernur Mykolaiv mengatakan, pasukan rusia telah diusir dari kota. Kharkiv yang merupakan kota kedua terbesar di Ukraina Utara, juga dikepung.

Mr Blinken berbicara kepada koresponden diplomatik BBC James Landale setelah bertemu dengan mitra di Uni Eropa di Brussels di awal perjalanan enam hari ke eropa.

Dia mengatakan, komunitas internasional berkomitmen untuk melakukan segala hal yang dapat dilakukan untuk membantu Ukraina dan juga memberikan tekanan yang sangat hebat kepada rusia agar mengakhiri perang.

"Saya tidak bisa mengatakan berapa lama ini akan berlangsung. Saya tidak bisa memberitahumu berapa lama waktu yang dibutuhkan. Tetapi, gagasan bahwa Rusia dapat menundukkan 45 juta orang yang dengan gigih berjuang demi masa depan dan kemerdekaan mereka, maka itu tidak termasuk yang Rusia miliki di Ukraina."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement